JAKARTA, bipol.co – Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dra. Mariam F. Barata MI.Kom., mengatakan hingga Juni 2020 terdapat setidaknya 850 kabar bohong atau hoaks terkait Covid-19.
“Sejak 23 Januari 2020 hingga 15 Juni 2020 terdapat setidaknya 850 hoaks yang beredar, baik melalui media sosial maupun aplikasi pesan instan,” ujar Mariam dalam webinar “Perempuan Melek Digital di Era Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan Kowani di Jakarta, Senin.
Kabar bohong tersebut seperti kompensasi yang diterima masyarakat akibat pandemi Covid-19 maupun menghirup uap panas yang disebut bisa membunuh Covid-19.
Setiap harinya, kata Mariam, rata-rata 6,2 dibuat dan disebarkan. Hal itu menimbulkan ketakutan, ketidakpastian, bahkan kepanikan di tengah masyarakat. Sebanyak 104 pelaku penyebaran hoaks tersebut telah ditindaklanjuti pihak kepolisian.
“Agak susah melakukan pemblokiran melalui aplikasi pesan instan, kalau di media sosial bisa kami blokir,” terang dia.
Deputi Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Agustina Erni, mengatakan pihaknya terus berupaya agar perempuan melek terhadap dunia digital.
“Kami bekerja dengan Kemenko Perekonomian dan OJK menyusun strategi rencana keuangan inklusif untuk perempuan. Hal ini bertujuan untuk mencegah penipuan keuangan melalui daring dan juga bagaimana mengatasinya,” kata Agustina.
Ketua Umum Kowani, Giwo Rubianto Wiyogo, mengatakan perempuan Indonesia sebagai Ibu bangsa harus dapat menyaring konten-konten mana saja yang benar dan mana saja yang bohong.
“Pandemi Covid-19 ini membuat kita harus dapat beradaptasi dan melakukan perubahan serta penyesuaian aktivitas keseharian, yang mana kita belajar dan bekerja dari rumah. Kita tidak boleh mengeluh apalagi menyerah,” imbuh Giwo.
Giwo menjelaskan bahwa perempuan merupakan kunci bagi keluarga untuk dapat melewati pandemi Covid-19 dengan aman dan nyaman. Pada saat pandemi Covid-19, lanjut Giwo, perempuan harus bersiap menghadapi era masyarakat 5.0, yang mana masyarakat super pintar tapi tetap berkepribadian bangsa Indonesia.
“Teknologi mempermudah aktivitas, dapat dilakukan dengan aman dan nyaman. Kita harus bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada,” lanjut Giwo.
Giwo berpesan kepada para perempuan di Tanah Air untuk memiliki kemampuan untuk menggunakan perangkat teknologi, namun harus bisa menggunakan dengan baik dan benar. Selain itu, perempuan Indonesia harus bisa menjadi penyaring konten yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
Kowani sendiri memiliki program untuk peningkatan kompetensi teknologi perempuan, namun sebelumnya kurang maksimal. Pandemi Covid-19, lanjut Giwo, harus menjadi momentum untuk meningkatkan literasi digital para perempuan agar tidak mudah percaya hoaks.*
Editor: Hariyawan