JAKARTA.bipol.co- Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dibentuk Din Syamsuddin dkk ditanggapi oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB), Sukmo Harsono. Sukmo menilai bahwa dirinya tidak paham dengan statement yang menyatakan untuk menyelamatkan bangsa. Ia pun menanyakan istilah menyelamatkan Indonesia dari apa.
“Bahwa situasi dunia sedang dilanda Covid-19 berpotensi membawa ke dalam krisis ekonomi, negara lain juga sama. Pemerintah dalam hal ini presiden tidak melakukan pelanggaran apa pun. Bahkan, dalam kondisi yang sangat maksimal bekerja melayani rakyatnya dalam situasi pendemi Covid-19 saat ini,” tutur Sukmo saat dihubungi wartawan, Senin (3/8).
Lebih lanjut Sukmo menyatakan, rakyat sangat memahami bahwa dalam situasi saat ini yang diperlukan adalah sikap saling gotong-royong dan bahu-membahu seperti yang ditunjukkan dalam semangat Idhuladha, bukan malah mencemari pikiran rakyat seolah Indonesia dalam situasi yang perlu diselamatkan.
“Silakan kritisi dengan masukan konstruktif, dipakai atau tidak dipakai seluruh masukan tidak seharusnya disikapi menjadi gerakan yang berpotensi memecah belah pendapat masyarakat. Mudah-mudahan semua dilandasi oleh niat dan motif yang positif. Saya masih percaya senior-senior itu adalah negarawan yang baik,” ujarnya.
Sebelumnya, Sejumlah tokoh membentuk perkumpulan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Mereka yang tergabung dalam perkumpulan tersebut di antaranya Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Mantan dosen Universitas Indonesia Rocky Gerung, hingga Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun.
Salah satu tokoh yang juga ikut tergabung dalam koalisi ini, Ahmad Yani, mengatakan bahwa kehadiran koalisi ini tak terlepas dari keprihatinan melihat pengelolaan negara saat ini.
“Tak hanya saat Covid, tapi sebelumnya juga kami melihat sudah seperti ini. Ditambah pandemi ini, semakin tak berdaya. Angka kemiskinan meningkat drastis,” ujar Ahmad Yani saat dihubungi, Senin (3/7).
Mereka juga menyoroti kinerja Dewan Perwakilan Rakyat yang juga gagal menjadi kontrol dan penyeimbang bagi pemerintah. Yang terjadi, kata Ahmad, justru DPR menjadi bagian dari kekuasaan yang dimiliki pemerintah.
Hal ini, kata dia, terlihat dari banyaknya Undang-Undang yang ditekan dan tak sesuai kebutuhan masyarakat. Mulai dari Undang-Undang Minerba hingga yang belakangan tengah dibahas, RUU Omnibus Law. Selain itu, penegakan hukum juga dinilai masih tebang pilih.
“Kami menganggap upaya mensejahterakan masyarakat tidak dilakukan maksimal dan optimal oleh negara. Maka keterpanggilan itulah yang menyebabkan titik temunya,” kata Ahmad.
Karena itu, Ahmad mengatakan koalisi ini nantinya akan lebih banyak menjadi pengontrol dan mengkritisi kebijakan pemerintah, agar lebih dapat mensejahterakan rakyat. Ia mengatakan tujuan dari koalisi ini, agar pemerintah kembali pada amanat Undang-Undang Dasar.
Ahmad menegaskan koalisi tak ada niat menjatuhkan presiden, tapi hanya sekedar mengingatkan. Ia mencontohkan salah satu yang akan dilakukan adalah dengan mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang yang dianggap bermasalah.
“Ini bukan gerakan politik praktis, ini gerakan moral dalam rangka melakukan koreksi. Kami tak mau menggerakkan ini untuk menjatuhkan,” kata Ahmad. [net]
Editor: Fajar Maritim