BANDUNG.bipol.co – Jangan main-main dengan urusan perut. Jika sudah lapar apapun bisa dilakukan. Ini pula yang dirasakan kurang lebih 5000 pegawai spa di Kota Bandung. Mereka kini kelimpungan tak jelas juntrungannya gara-gara belum turun izin operasional dari Pemerintah Kota Bandung.
Ketua Himpunan Industri Pariwisata dan Hiburan Indonesia (HIPHI) Kota Bandung, Barli Iskandar sempat melakukan audiensi dengan Komisi B DPRD Kota Bandung. Saat itu hadir Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ( Disbudpar) Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari, Kepala Satpol PP kota Bandung Rasdian Setiadi dan Damkar mewakili Sekretaris Dinas Gugu Tugas Penanggulan covid-19.
Semua surat audiensi ditembuskan kepada Dewan, Walikota , Wakil Walikota, Kasatpol PP, Kapolrestabes, Dandim dan Gugu Tugas.
“Disitu dewan mempertanyakan apakah sudah membuat surat kepada Walikota, saya jawab sudah. Kemudian bagaimana respon dari dinas pariwisata ? Saya jawab, dinas pariwisata menyampaikan untuk membuat surat untuk permohonan ekspose kepada ketua harian gugus tugas,” ujar Barli saat jumpa wartawan di Jl. Oto Iskandar Dinata Bandung, Kamis (12/11/2020).
Menurut Barli, akhirnya dibuat lagi surat tersebut sesuai arahan dinas pariwisata. Pada 13 Oktober 2020 kita audiensi dengan dewan dan tanggal 14 Oktober kita layangkan surat kepada ketua gugus tugas dengan isi, pertama meminta ekspose tentang standar protokoler kesehatan, Kedua peninjauan ke tempat usaha spa, dan yang ketiga permohonan rekomendasi dari gugus tugas untuk bisa dijinkan membuka kembali usaha spa.
“Tapi sampai saat ini pihak pemerintah kota Bandung belum memberikan respon apapun,” ujar Barli dengan mimik muka bertanya-tanya.
Barli mengatakan, dengan situasi seperti ini, para pengusaha spa berikut pegawainya merasa digantung. Sama sekali tak ada kepastian kapan bisa beroperasi kembali.
Barli menilai pihak Pemkot Bandung telah bertindak pilih kasih. Ini karena beberapa tempat hiburan seperti karaoke, pub, dan sejenisnya, sudah mendapatkan izin untuk kembali beroperasi di tengah masa pandemi Covid-19 sebagaimana tertuang dalam Perwal Kota Bandung Nomor 46 Tahun 2020.
“Tapi menyangkut usaha spa, sampai saat ini belum ada izin untuk beroperasional kembali. Apakah ini bukan pilih kasih ?” tanya Barli.
Karena belum adanya kepastian beroperasi , para pelaku usaha spa berniat untuk melakukan aksi unjuk rasa di Balaikota. Namun setelah rapat pertemuan dilakukan seluruh pelaku usaha , disepakati bahwa upaya persuasif lah yang akan ditempuh dalam menyampaikan aspirasi kepada Wali Kota dan Pimpinan DPRD Kota Bandung.
“Tapi kalaupun kemudian terjadi aksi unjuk rasa, kami pihak HIPHI tak bisa apa-apa. Saya pribadi merasa kalau sampai terjadi aksi unjuk rasa, itu karena rasa kesal mereka sudah mencapai puncaknya,” ujar Barli.
Namun Barli tetap berharap, agar pemerintah di tingkat eksekutif dan legislatif dapat menerima niat baik dan mendengar langsung keluhan dari para pelaku usaha spa tersebut, dalam rangka mencari solusi bersama mengatasi persoalan yang dihadapi saat ini.
Tebang Pilih
Sementara itu pemilik Jimbaran Spa, Denny Susanto mengatakan, saat ini pegawainya menderita lahir batin.
“Bayangkan, sudah hampir 8 bulan usaha spa ditutup. Saat ini para pegawai saya banyak berkeluh kesah ihwal kehidupan keluarganya. Untuk makan pun mereka susah. Kalaupun makan cukup dengan mie instan,” ujar Denny dengan raut wajah gusar.
Denny meminta keadilan. Musababnya, jika usaha lain semacam karaoke, pijat refleksi ataupun pub sudah dibuka, kenapa spa belum turun juga izin operasionalnya ?
“Saya benar-benar prihatin menghadapi situasi ini. Dimata saya Pemerintah Kota Bandung terkesan tebang pilih. Disaat usaha sejenis sudah buka kembali, usaha spa masih saja ditutup,” ujarnya.
Padahal menurut Denny pihaknya sudah menerapkan standar protokol kesehatan yang ketat sesuai anjuran pemerintah, termasuk ketersediaan fasilitas yang dimiliki tempat spa.
“Salah satunya ruangan sauna yang lebih terjamin dapat membunuh virus dengan suhu panas di atas 70 derajat celcius. Nah, apalagi yang kurang ?,” tanya Denny.
Editor Deden .GP