BANDUNG.BIPOL.CO – Jabar Juara Lahir Batin hanya dapat diwujudkan jika desa atau kelurahan di kabupaten dan kota bergerak maju.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, salah satu indikatornya infrastruktur memadai desa yang dapat menstimulus pergerakan ekonomi.
Dia menyebut, Provinsi Jawa Barat telah lama memiliki program Jamu (Jalan Mulus) yang telah dicanangkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil .
“Indikator kedua adalah kita harus akses keterhubungan antardesa,” ujar Setiawan, usai membuka Forum Perangkat Daerah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 di Intercontinental Hotel Resort, Kabupaten Bandung, Selasa malam (6/4).
Menurutnya, banyak daerah terhalangi sungai atau ngarai yang menghambat laju pergerakan manusia. Untuk mengantisipasi hal itu, pihaknya memiliki program Jantung Desa (Jembatan Gantung Desa).
Untuk Jabar Juara Lahir Batin, perdesaan harus mulai menghasilkan inovasi dengan menggenjot SDM melalui pelatihan dan keilmuan.
“Karena kalau kita cuma hanya sekadar membangun saja tanpa dikelola dengan baik itu pun akan jadi masalah,” katanya.
Setiawan menuturkan, dalam perkembangannya inovasi harus selaras dengan kemampuan menguasai dunia digital. Sehingga hasil produk desa ini bisa langsung dipasarkan oleh petani atau produsen ke pembeli melalui gawai.
“Dengan cara seperti itu otomatis bahwa desa ini akan langsung dipertemukan dengan para pembeli,” kata Setiawan.
Selain itu, pentingnya pemekaran desa guna mempercepat pelayanan publik. Maka ketika pemekaran kabupaten/kota yang saat sedang diajukan ke pemerintah pusat, otomatis desa-desa pun akan terbagi.
Sementara, Ketua Komisi I DPRD Provinsi Jawa Barat Bedi Budiman mengatakan, pemekaran penting dilakukan sebagai salah satu solusi memeratakan pembangunan.
“Dibandingkan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang punya 7.000 desa, kita hanya 5.312 desa. Jadi perbedaan fiskalnya juga Rp1-2 triliun,” paparnya.
Bedi mengapresiasi Pemda Provinsi Jawa Barat yang cepat tanggap dalam merespons pemekaran daerah. Ini perlu diteruskan dengan data desa yang presisi, di mana peta spasial dan numerik dipadukan.
“Karena dengan berbasis data yang akurat maka batas desa juga nanti nggak akan ada konflik. Jadi harus batas itu dulu datanya presisi dulu,” kata Bedi. (lov)