BIPOL.CO, JAKARTA – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mulai menggelar sidang untuk mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Anwar bersama hakim MK lainnya. Belum beres urusan itu, masuk lagi laporan baru dari 16 profesor terhadap Anwar.
Atas kondisi itu, posisi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman 1mulai terancam.
Mengutip dari RM.id, pada Kamis (26/10/2023), MKMK menggelar rapat11 perdana atas laporan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, yang berkaitan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimum Capres-Cawapres. Rapat dimulai pukul 10.00 WIB dan dipimpin Ketua MKMK Prof Jimly Asshiddiqie. Agendanya, klarifikasi terhadap para pelapor. Total, ada 14 laporan yang masuk dan semua hakim MK jadi terlapornya. Namun, paling banyak menyasar Anwar Usman.
“Ini perkara belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia, seluruh dunia, semua hakim dilaporkan melanggar kode etik. Baru kali ini,” kata Jimly, dalam rapat tersebut, di Gedung MK, Jakarta.
Dalam rapat diputuskan, sidang bakal digelar maraton 3 kali seminggu dan dimulai pada Selasa (31/10/2023). MKMK hanya punya waktu 30 hari untuk memutus perkara ini. MKMK harus bekerja keras, karena laporan yang diajukan merupakan isu penting, yang bertalian dengan Pemilu 2024.
“Ini isu yang berat, isu serius, dan sangat terkait dengan jadwal pendaftaran Capres, jadwal verifikasi oleh KPU, dan penetapan final dari pasangan Capres. Sedangkan di materi laporan ada yang menuntut supaya putusan MK dibatalkan,” terang Ketua MK periode pertama ini.
Putusan MK yang dimaksud terkait gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu, yang mengatur batas usia Capres-Cawapres minimum 40 tahun. MK mengabulkan sebagian gugatan, dengan menambahkan syarat alternatif yaitu pernah atau sedang menjadi kepala daerah. Putusan ini dianggap sebagian pihak sebagai karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo Subianto.
Menurut Jimly, putusan itu telah menggerus kepercayaan publik terhadap MK. Ia merasa prihatin, karena lembaga yang bertugas menjaga marwah demokrasi, terlibat dalam situasi politik yang dinilai sudah tak lagi berpihak pada akal sehat.
“Sekarang ini akal sehat itu sudah dikalahkan oleh akal bulus dan akal fulus. Akal fulus itu untuk kekayaan, uang. Akal bulus itu untuk jabatan. Akal sehat sekarang lagi terancam oleh dua iblis kekuasaan, kekayaan,” tegas Jimly.
Belum beres urusan MKMK, ada 16 profesor atau guru besar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS), melaporkan Anwar atas dugaan pelanggaran etik terkait putusan usia minimal Capres-Cawapres. Laporannya diwakili tim kuasa hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57+ Institute).
Para profesor melaporkan Anwar karena dianggap punya konflik kepentingan dalam putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Mereka pun meminta MKMK menjatuhkan vonis etik berat berupa pemberhentian tidak hormat alias pemecatan.
“Kami berharap, putusan MKMK bisa menyelamatkan MK dengan mengeluarkan Saudara Anwar Usman sebagai hakim konstitusi,” ujar perwakilan para akademisi sekaligus peneliti ICW Kurnia Ramadhana, di Gedung MK, Kamis (26/10/2023).
Dia menjelaskan, jika dicermati, permohonan uji materi yang dikabulkan MK secara spesifik menyebutkan nama Gibran. Namun, Anwar berdalih bahwa tidak ada yang salah dalam putusannya. Hal ini, dipandang Kurnia, sebagai sesuatu yang konyol.
Menanggapi laporan itu, Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, bakal segera memprosesnya dan perkara akan disidangkan MKMK bersamaan laporan lainnya. “Ya, ini langsung diadministrasikan,” ucapnya, kepada Rakyat Merdeka, Kamis (27/10/2023).
Kondisi yang melilit MK saat ini membuat hakim konstitusi Arief Hidayat berkabung. Dia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna hitam saat berpidato pada Konferensi Hukum Nasional, yang digelar Kemenkumham, di Jakarta, Rabu (25/10/2023).
“Saya pakai baju hitam karena sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sedang berkabung. Karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara” kata Arief.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini menyampaikan, situasi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sebab, ada kecenderungan sistem ketatanegaraan dan sistem bernegara sudah jauh dari makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. “Saya mengatakan di berbagai sektor bidang kehidupan Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” ujarnya.(*)