BIPOL.CO, BANDUNG – Sejumlah perwakilan warga pedagang Pasar Ciparay, Desa/Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung mendatangai DPRD Kabupaten Bandung, di Soreang, Jumat (19/7)2024). Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan terhadap pihak terkait soal rencana revitalisasi Pasar Ciparay, khususnya soal relokasi pedagang.
Mereka diterima Komisi B DPRD Kabupaten Bandung di Ruang Rapat Komisi B. Pertemuan itu dipimpin Ketua Komisi B Praniko Imam Sagita dan Perwakilan Pengawas DPRD Kabupaten Bandung Yayat Sumirat. Hadir pula dari pihak Desa Ciparay, pengembang PT Persada, Camat Ciparay dan Dinas terkait lainnya.
Agus salah seorang pedagang yang juga mantan Ketua Warga Pedagang Pasar Ciparay mengatakan, sedikitnya ada sembilan tuntutan yang disampaikan para pedagang.
Diantaranya, menurut Agus, soal harga kios agar tidak memberatkan para pedagang yang jumlahnya mencapai sekira 600 pedagang. Kemudian soal relokasi pedagang ke tempat sementara, kebersihan dan kenyamanan pedagang di tempat relokasi.
“Termasuk kami juga minta agar listrik tidak diputus sebelum kami dipindahkan ke tempat relokasi,” ujar Agus kepada Bipol.co, saat audiensi dengan Komisi B.
Agus juga menyebutkan soal harga kios yang ditawarkan pengembang sangat memberatkan para pedagang, dan saat ini belum ada kesepakatan antara pedagang dengan pengembang.
Sudah Disepakati
Sementara Perwakilan Pengawas DPRD Kabupaten Bandung Yayat Sumirat menyampaikan, kaitan persoalan tuntutan warga Pasar Ciparay dalam dengar pendapat tadi sudah disepakati. Pertama ada forum khusus mengenai penentuan kesepakatan harga.
“Dan besok tgl 20 akan dilakukan rapat dan saya sebagai perwakilan yang ditugaskan dalam rapat tersebut sebagai perwakilan DPRD dari sisi pengawasan yang sifatnya independent, menjaga netralitas melihat sejauh mana persoalan pasar ini,” kata Yayat Sumirat usai pertemuan dengan para pedagang.
Yayat mengatakan, yang kedua selama masalah kesepakatan harga belum selesai maka pemutusan listrik tidak boleh dilaksanakan.
Yang ketiga, tuturnya, mengenai relokasi ke tempat pedagang sementara (TPS), itu TPS-nya harus representatif layak untuk berjualan dan diutamakan para pedagang yang historis.
“Karena ada tuntutan dari para pedagang yang sudah disanggupi pihak desa dan pengembang. Tuntutannya yaitu kenyamanan, keamanan, masalah harga, bonafitas tentang pengembang, karena kita punya pengalaman seperti ada pengembang di Majalaya dan wanprestasi,” kata anggota DPRD dari Fraksi PDIP ini menutup perbincangannya.(Ads)