BIPOL.CO, JAKARTA – Kecurangan dalam pelaksanaan pencoblosan Pemilu 2024 banyak dikhawatirkan sejumlah kalangan. Terutama dari pihak Paslon Nomor Urut 1 Anies-Muhaimin (AMIN).
Seperti disampaikan kubu tim pemenangan AMIN yang mensinyalir potensi kecurangan bisa terjadi dalam Pemilu 2024.
Ketua Tim Hukum Nasional (THN) dari Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir mengatakan, ada potensi kecurangan melalui penyalahgunaan sistem teknologi informasi (IT) Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Salah satunya dengan cara mengunggah data hasil rekapitulasi hasil pemungutan suara yang bukan sesungguhnya (tidak riil).
Ari menilai, potensi kecurangan itu bisa saja terjadi lantaran sebelumnya pernah ada pembobolan daftar pemilih tetap (DPT) dari situs KPU RI.
“Menunjukkan betapa rentannya sistem IT KPU terhadap potensi itu, Tim Hukum Nasional AMIN sudah meminta secara resmi melalui surat kepada KPU untuk melakukan audit independen pada sistem IT KPU,” ujar Ari dalam pemaparan soal catatan Timnas Anies-Muhaimin jelang pencoblosan pemilihan umum (Pemilu) 2024, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/2/2024).
Ari mengungkapkan, mereka meminta agar audit dilaksanakan secara terbuka dan dihadiri semua perwakilan dari pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) sehingga adil.
Bahkan, menurut Ari, pihaknya sudah mengajukan dua surat permohonan untuk audit tersebut ke KPU RI.
Namun, dia mengatakan, dua surat itu belum mendapat tanggapan dari KPU RI.
Oleh karena itu, Tim Hukum Nasional Anies-Muhaimin akhirnya melayangkan laporan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
“Tapi sampai saat ini kami sudah melakukan dua surat, tidak mendapat tanggapan. Dan akhirnya kami melaporkan ini, kami sudah minta Bawaslu untuk cek IT KPU ini. Ini supaya dilakukan audit forensik,” kata Ari.
Dalam pemaparannya, Ari pun menyinggung soal sejumlah potensi kecurangan lain dalam pemilu kali ini.
Antara lain, ketidaknetralan penyelenggara negara, penggunaan anggaran untuk penyaluran bantuan sosial (bansos), keterlibatan aparat penegak hukum dalam memantau petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dan panitia pemilihan kecamatan (PPK) serta keterlibatan kepala desa untuk menenangkan calon tertentu.
“Lalu, ini juga sudah modus yang sudah setiap pemilu dilakukan, ini akan dilakukan lagi, yakni melakukan pertukaran kotak hasil pemungutan suara dengan kotak hasil suara manipulasi untuk memenangkan calon tertentu. Jadi kotak kotak itu di perjalanan akan diganti,” ujar Ari.
“Yang terakhir, penggunaan lembaga survei. Ini mohon maaf, harus kami sampaikan. Pengunaan lembaga survei untuk mengumumkan quick count atau exit poll yang tidak valid untuk memenangkan calon tertentu,” katanya lagi.(*)