BIPOL.CO, JAKARTA – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan kembali mendapat kritikan. Kali ini justru dikritisi eks Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago. Ia malah buka-bukaan soal konsep awal Ibu Kota Nusantara (IKN).
Andrinof merupakan perancang awal konsep pembangunan IKN sekaligus penggagas pemindahan ibu kota negara.
Dalam wawancara di kanal YouTube ‘Akbar Faizal Uncensored’ beberapa bulan lalu, ia mengutarakan kekecewaannya terhadap perkembangan IKN saat ini. Ia menyampaikan bahwa tujuan awal dari proyek besar ini telah bergeser dari visi yang dibayangkannya.
Dilansir dari CNN Indonesia, IKN awalnya direncanakan untuk menggerakkan atau mentransformasi ekonomi wilayah-wilayah di Kalimantan dan kawasan Timur Indonesia.
Namun, kini berubah menjadi proyek perencanaan kota untuk menarik investor. Ini lah yang membuat Andrinof kecewa berat.
“Terus terang (kecewa). Karena misi dan beberapa tujuan dari IKN ini makin lama, makin mengerucut, makin mengerdil. Terakhir, makin sering digaungkan ini sebagai simbol. Kemudian bergeser juga menjadi kota untuk mendatangkan investor. Sebetulnya bukan itu,” ujarnya, dikutip Rabu (14/8).
“Tetapi ketika ide ini berubah menjadi untuk menumpuk juga investasi besar di situ, ini sudah bertabrakan dengan misi untuk pemerataan antar wilayah itu,” imbuhnya lebih lanjut.
Andrinof menerangkan semestinya IKN sebagai kota inti pemerintahan menjadi penggerak untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah Kalimantan dan sekitarnya.
“Itu yang harusnya jadi digerakkan oleh adanya IKN, bukan malah memusat perhatian kita untuk membesarkan IKN sekaligus sebagai kota bisnis, ini saya memang menyayangkan,” ujarnya.
Yang lebih disayangkan lagi, terang Andrinof, pemerintah saat ini gencar menarik investasi asing untuk pembangunan IKN, dengan cara merayu dan memberi iming-iming ‘janji surga’ kepada sejumlah pebisnis global untuk berinvestasi di IKN.
Padahal, menurutnya, pembangunan ibu kota negara seharusnya menggunakan anggaran negara, bukan dana lainnya seperti investasi swasta hingga asing.
“Kalau ibu kota negara itu harus dibangun dengan anggaran negara. Kota publik harus dibangun dengan anggaran publik. Nah, dari situ nanti baru ada peluang bisnis kecil-kecilan menengah untuk melayani kota. Bukan menambah fungsi sebagai kota bisnis yang harus mendatangkan investor besar,” tegasnya.
“Tidak seperti yang sekarang ingin dikejar ngejar investor kesana-kemari, investor-investor kelas dunia, bukan itu. Kalau mau cari investor carikan lah untuk Sangata, untuk Bontang, untuk Mamuju, untuk Palu, untuk Paser, untuk Tanah Baru, untuk Tanah Grogot, itu konsepnya begitu,” imbuhnya
Dosen FISIP Universitas Indonesia ini menambahkan bahwa IKN didesain sebagai kota pemerintahan dengan penduduk sekitar 1,5 juta orang, yang sebagian besarnya adalah ASN dan keluarganya dan bukan kota besar-metropolitan di mana segala bisnis disiapkan.
“Kalau skalanya kota pemerintahan, kalau investor besar itu mau bikin apa di situ? Mau bikin supermal? Ada berapa? Siapa yang beli nanti? Siapa yang datang ke mal itu? Atau mungkin di situ pusat industri IT, raw material-nya, SDM-nya dari mana? Di situ saya melihat ini enggak logis, makanya enggak mungkin investor datang ke situ,” ungkapnya.
Di samping itu, target besar yang terus dikejar Jokowi untuk pembangunan IKN jelang lengser jabatan juga menyalahi ketentuan UU. Sebab, dalam lampiran UU disebutkan bahwa IKN ditargetkan rampung 2045.
“Bukan dikejar dalam lima tahun. Maka fokuslah ke tahap awal yang realistis apa? Misal, membangun pusat kota, kawasan inti pemerintahan, ya fokus kesana. Enggak usah juga manggil-manggil investor besar yang enggak mungkin akan datang,” imbuhnya.(*)