JAKARTA, bipol.co – Capres 01 Joko Widodo mengatakan upaya menggenjot rasio pajak (tax ratio) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidak bisa dilakukan secara agresif dalam jangka pendek. Ia mengkhawatirkan hal itu akan mematikan potensi ekonomi riil yang bisa menurunkan pendapatan masyarakat.
“Kalau ingin naikkan rasio pajak seperti Pak Prabowo inginkan, dalam satu tahun dari (tax ratio) 10 persen ke 16 persen itu sangat drastis, artinya ada kenaikan 5-6 persen. Itu artinya akan ada pajak Rp750 triliun yang akan ditarik,” ujar Jokowi menjawab pertanyaan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam debat kelima Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 di Jakarta, Sabtu (13/4/2019).
Jokowi mengatakan penarikan pajak secara drastis dalam jangka pendek akan merusak iklim usaha dan merugikan pelaku-pelaku ekonomi. Menurut Jokowi, kenaikan rasio pajak harus dilakukan secara bertahap dengan upaya yang kondusif dan dapat disosialisasikan dengan baik kepada semua pihak.
Maka itu, kata Jokowi, dirinya sudah menerapkan program amnesti pajak (tax amnesty) pada 2016. Program itu, kata dia, berhasil menarik penerimaan pajak secara signifikan dan berhasil menghimpun dana repatriasi ke dalam negeri.
“Karena amnesti pajak, basis pajak kita meningkat, dan itu menjadi modal untuk terus meningkatkan penerimaan negara,” ujar dia.
Sebagaimana diketahui, debat kelima Pilpres 2019 merupakan debat pamungkas sekaligus akan menutup seluruh rangkaian debat yang telah dimulai sejak Januari 2019.
Debat yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta ini menghadirkan kedua pasangan capres dan calon wakil presiden (cawapres) baik nomor urut 01 maupun 02. Berbagai tema yang diangkat dalam debat terakhir ini adalah ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, dan industri.
Sebagaimana diketahui, Pilpres 2019 yang akan diselenggarakan pada 17 April diikuti dua pasangan capres dan cawapres yakni pasangan nomor urut 01 Jokowi dan Ma’ruf Amin serta pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno. (ant)**