Celios Ingatkan Program Makan Bergizi Gratis Berpotensi Jadi Bancakan dan Skandal Korupsi Besar

- Editor

Kamis, 2 Januari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

BIPOL.CO, JAKARTA – Program makan bergizi gratis, diprediksi berpotensi menjadi bancakan baru, potensi korupsi, bahkan bisa menjadi skandal korupsi yang sangat besar.

Center of Economic and Law Studies (Celios) mewanti-wanti program andalan Presiden Prabowo Subianto, yakni makan bergizi gratis, berpotensi menjadi skandal korupsi terbesar.

Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menyebut ini bakal terjadi andai Prabowo kukuh dengan skema penyaluran makan gratis yang bersifat sentralistis. Apalagi, skema tersebut melibatkan banyak pihak yang berpotensi membuat anggaran bocor lebih besar.

“Justru menjadi bancakan baru, potensi korupsi, bahkan bisa menjadi skandal korupsi yang sangat besar, seperti yang terjadi di Tiongkok berkaitan dengan makan siang untuk anak sekolah,” ungkapnya dalam Diskusi Publik dan Peluncuran Laporan ‘Yang Lapar Siapa? Yang Kenyang Siapa? Mitigasi Risiko Program Makan Bergizi Gratis’ via Zoom, Senin (30/12), dikutip dari CNN Indonesia.

“Kami simulasikan beberapa aspek potensi inefisiensi dan kita melihat ada potensi korupsi sebesar Rp8,52 triliun pada tahun depan (2025) dari total anggaran Rp71 triliun, apabila skema sentralistis itu dilaksanakan oleh pemerintah,” sambung Media.

Menurut Celios, pendanaan program makan gratis seharusnya ditransfer langsung dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke sekolah-sekolah di daerah. Media menekankan penyaluran anggaran makan gratis yang kemudian langsung dikelola sekolah bakal lebih efisien.

Media juga membandingkan empat aspek utama dari skema sentralisasi dan desentralisasi makan gratis. Pertama, total risiko korupsi yang lebih rendah jika disalurkan langsung ke sekolah, yakni sebesar Rp1,77 triliun di 2025.

Kedua, persentase risiko korupsi yang bisa mencapai 12 persen andai pemerintah tetap melaksanakan program ini secara terpusat. Sedangkan skema desentralisasi memiliki potensi korupsi 2,5 persen.

“Menurut kami, desentralistik itu way better, jauh lebih baik dibandingkan sentralistik. Total risiko korupsinya jauh lebih kecil,” tegasnya.

Aspek ketiga adalah fokus distribusi, di mana skema terpusat diklaim bakal lebih mengutamakan vendor besar dan dapur umum alias satuan unit pelayanan. Sementara itu, cara desentralisasi bisa melibatkan sekolah, UMKM, dan pihak-pihak lokal.

Keempat, Media membandingkan efisiensi pengawasan makan gratis dari dua skema tersebut. Ia menegaskan efisiensi pengawasan skema sentralistik lebih rendah ketimbang desentralistik.(*)

Berita Terkait

Raker Tingkatkan Kualitas Data Sektoral, Digelar Diskominfo Kota Cimahi
Wagub Erwan Setiawan Dukung Percepatan Pendataan Penyandang Disabilitas
Pemdaprov Jabar Akan Beri Bantuan Sosial Ekonomi kepada Korban Pelecehan Seksual di Garut
RUPST bank bjb Sepakat Tebar Dividen 65,50 Persen dari Laba Bersih 2024
Pemkab Sumedang MoU dengan Pemprov Jabar tentang Pengelolaan PJU
Pengacara Kondang Hotma Sitompoel Tutup Usia
Gubernur Jabar Minta Pemda Kota Bogor Revisi Desain Museum Batutulis
Gubernur Jawa Barat Kunjungi Museum Batutulis, Tegaskan Komitmen Revitalisasi dan Penguatan Edukasi Sejarah

Berita Terkait

Kamis, 17 April 2025 - 17:44 WIB

Raker Tingkatkan Kualitas Data Sektoral, Digelar Diskominfo Kota Cimahi

Kamis, 17 April 2025 - 13:00 WIB

Wagub Erwan Setiawan Dukung Percepatan Pendataan Penyandang Disabilitas

Kamis, 17 April 2025 - 12:32 WIB

Pemdaprov Jabar Akan Beri Bantuan Sosial Ekonomi kepada Korban Pelecehan Seksual di Garut

Rabu, 16 April 2025 - 18:35 WIB

RUPST bank bjb Sepakat Tebar Dividen 65,50 Persen dari Laba Bersih 2024

Rabu, 16 April 2025 - 17:02 WIB

Pemkab Sumedang MoU dengan Pemprov Jabar tentang Pengelolaan PJU

Berita Terbaru