BANDUNG, bipol.co – Pemerintah pusat melalui Kemendagri mewacanakan penggunaan sistem e-voting atau pemilihan elektronik dalam Pemilu ke depan di Indonesia. Kemendagri pun mengirimkan tim ke sejumlah negara yang telah menggunakan e-voting untuk melihat penggunaan sistem tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Politik Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung Firman Manan tak menampik jika sistem e-voting dapat membantu dalam jalannya Pemilu di Indonesia. Namun, dirinya menyoroti model Pemilu serentak yang diterapkan Indonesia pada 17 April lalu.
Menurutnya, yang menjadi persoalan dalam Pemilu Serentak 2019 adalah masyarakat pemilih dituntut untuk memilih 5 lembar surat suara dan tentunya sangat merepotkan. Sehingga, yang lebih baik dilakukan adalah membagi Pemilu menjadi tingkat nasional dan tingkat regional.
“Misalnya dipisahkan Pemilu tingkat nasional memilih presiden dan DPR/DPD. Kemudian Pemilu lokal memilih kepala daerah dan DPRD. Itu kan bisa memudahkan dan mempersingkat waktu,” ujar Firman kepada bipol.co melalui sambungan telepon, Rabu (07/05/2019).
Dijelaskannya, persoalan lainnya yang muncul dalam sistem Pemilu di Indonesia adalah penggunaan menggunakan sistem proporsional terbuka, di mana masyarakat harus memilih partai dan nama calon legislatif. Sehingga, hal tersebut menjadi kebingungan bagi pemilih atau saat proses penghitungan suara.
“Kalau kita bicara sistem yang salah satunya menjadi persoalan dan rumit itu kan sekarang kita menggunakan proporsional terbuka, jadi bisa memilih partai dan nama-nama calon anggota legislatif,” ujarnya.**
Reporter: Iman Mulyono
Editor: Ude D Gunadi