JAKARTA,bipol.co – Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandi, Heri Gunawan mempertanyakan siapa yang akan melakukan makar pasca Pemilu Serentak 2019.
Ditegaskannya, BPN justru meminta Bawaslu untuk memproses kecurangan.
“Siapa yang mau makar?, Pemerintah ini akan habis bulan Oktober 2019 nanti? Untuk itu diadakanlah Pemilu. Ini BPN mau mengadu dan meminta Bawaslu segera memproses kecurangan. Kan yang bertanding di Pemilu 2019 sama-sama calon,” tandas Heri Gunawan dalam keterangan tertulisnya kepada bipol.co,Jumat (17/5/2019).
Ketua DPP Partai Gerindra ini menjelaskan arti kata makar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yakni akal busuk,tipu muslihat, perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang atau perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintahan yang sah.
“Kebenaran dalam politik adalah apa yang sudah terjadi, sedang keabstrakan dalam politik ialah tujuan dan cita-cita yang akan dicapai. Boleh saja penguasa membalikkannya, tapi jangan pernah membalikkan kebenaran menjadi kebohongan dan kebohongan menjadi kebenaran,” tukas Heri.
Penguasa, menurut Heri telah lupa bahwa yang ditolak adalah kecurangan Pemilu.
“Apa ada Gubernur atau Bupati yang deklarasi kepada Caleg?. Tetapi kita punya bukti Gubernur dan Kepala Daerah deklarasi mendukung Capres 01. Kita punya bukti gambar Paslon 01 di coblos duluan. Hasil kecurangan itulah yang BPN paparkan dan kita tolak. Bukan menunggu pengumuman pemilu seperti yang disampaikan Ketua DPR, itu Ketua DPR atau Pengamat?,” ujarnya.
Sepanjang reformasi, kata Heri, frasa “kedaulatan rakyat” dimaknai sebagai proses rakyat dalam pemilihan umum (pemilu). Karena itulah, kedaulatan rakyat diartikan sebagai kedaulatan untuk memilih. Artinya, jika pemilu dilaksanakan dengan asas jujur dan adil, maka kedaulatan rakyat benar-benar diproses dengan langkah yang transparan.
“Kalau pemilu dilakukan dengan penuh tipu muslihat? Makar Itu yang mencurangi kedaulatan rakyat,” kata Jurkmanas Prabowo-Sandi itu.
Heri mengingatkan, masalah ketegangan hingga 22 Mei yang dihadapai saat ini bahkan mungkin sampai Oktober 2019 adalah masalah politik. Maka penyelesaian secara politik harus lebih diutamakan. Jalur hukum diposisikan hanya sebagai bagian dari keputusan politik dalam rangka penyelesaian politik.
“Sehingga hukum tidak dijadikan sebagai payung legimitasi bagi aparat keamanan untuk pada 22 Mei bergerak berdasarkan tafsirnya sendiri. Sebuah tafsir yang bisa jadi tidak berada dalam koridor penyelesaian secara politik, sebagaimana arahan peradaban berpolitik di alam demokrasi,” ujarnya.
“Sesuai pesan Pak Prabowo, kami akan selalu menempuh jalur konstitusi, dan kami tidak bisa menghalangi kehendak rakyat jika kecurangan terus terjadi dan dipaksakan ke hasil akhir,” tambahnya.
Anggota Komisi XI DPR RI ini mengatakan, Pabowo-Sandi hanya alat rakyat untuk membuat bangsa ini bisa hidup adil, makmur dan sejahtera. Berunding boleh, berbicara boleh, menyerah tidak boleh. Demokrasi adalah soal kesetiaan pada prinsip kejujuran dan keadilan.
“Kecurangan yang dilakukan terhadap hasil pemilu sama saja dengan mengganggu kedaulatan rakyat. Padahal, kedaulatan rakyat merupakan kedaulatan tertinggi dalam demokrasi. Jadi, wajar saja jika rakyat mencari salurannya sendiri,” katanya.
“Kami serahkan semua kepada rakyat. Rakyat yang menghendaki perubahan. Kami akan selalu berada bersama kepentingan rakyat. Kalau ternyata ada rakyat yang datang turut mengawal dengan kemauan sendiri, ya silahkan saja,” sambung Heri.**
Editor : Herry Febriyanto