TASIKMALAYA,bipol.co – Komisi Penanggulangan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya menyatakan, upaya pemerintah dalam penanganan kasus stunting atau kekurangan gizi sehingga anak tidak tumbuh semestinya, harus melibatkan semua pemangku kepentingan.
“Selama ini kami belum melihat pergerakan masif ke masyarakat, harusnya stakeholder, pemerintah daerah dari hulu sampai ke hilir menyisipkan program berkenaan dengan penanganan stunting,” kata Ketua KPAID Tasikmalaya, Ato Rinanto melalui telepon seluler, Minggu.
Ia menuturkan, kasus stunting harus menjadi perhatian semua pihak apalagi di Kabupaten Tasikmalaya peringkatnya cukup tinggi di Jabar yang mencapai 42 persen anak terjangkit stunting pada 2018.
“Program itu harus sinergis antara dinas terkait dengan dinas terkait lainnya di Kabupaten Tasikmalaya, dan setiap kegiatannya wajib memberikan sosialisasi tentang bahaya stunting,” katanya.
Ia menambahkan, pihak lain yang perlu terlibat dalam program penanganan stunting yakni kalangan ulama di Kabupaten Tasikmalaya yang dipandang lebih efektif untuk menyampaikan informasi tentang stunting kepada masyarakat.
Menurut dia, kalangan ulama atau ustaz di daerah lebih sering bertemu dengan masyarakat langsung sehingga program dinas bisa tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.
“Ulama lebih banyak bertatap muka dengan masyarakat melalui pengajian, kenapa ini tidak dilibatkan,” katanya.
Ia mengungkapkan, kasus tersebut berawal karena gizi buruk yang berkepanjangan sehingga berdampak pada pertumbuhan anak yang menjadi kecil atau tidak tumbuh normal seperti anak pada usianya.
Jika kasus tersebut terus dibiarkan, kata dia, maka khawatir angka 42 persen stunting di Tasikmalaya pada 2018 itu akan berdampak buruk pada kehidupan manusia pada 20 tahun yang akan datang yaitu tidak bisa bersaing atau hilangnya generasi bangsa.
“Khawatir 20 tahun ke depan anak ini tidak bisa bersaing dengan dunia global, kita kehilangan generasi,” katanya.(ant)
Editor : Herry Febriyanto