JAKARTA.bipol.co – Pengembang terbesar kedua di Singapura memberikan saran ke pemerintahannya, yaitu mengubah pulau miliarder Sentosa menjadi pusat wisata seperti Bali. Harga properti di Sentosa Cove, area perumahan yang terletak di pulau kecil laut selatan Singapura itu telah turun cukup tajam, di mana harga rumah turun sekitar 30% dari level tertingginya di tahun 2010.
Bahkan, saat pasar perumahan di negara itu mulai membaik di enam bulan awal tahun lalu, harga rumah di Sentosa tetap rendah. Kepala eksekutif City Developments Kwek Leng Beng merasa harus ada perubahan yang dilakukan untuk hentikan kerugian tersebut. “Sentosa dulu dirancang untuk kaum jetset dan orang kaya. Tapi, sang penggagas rupanya lupa tentang tren penerusnya. Saya menyarankan agar Sentosa diubah seperti Bali,” Kata Kwek, dikutip dari Straitstimes, Kamis (21/2/2019).
Mengutip the Straits Times, pulau Sentosa merupakan satu-satunya wilayah di Singapura yang memungkinkan orang asing membeli properti. Namun, dengan naiknya biaya materai dua kali lipat menjadi 20% sejak 2011 untuk pembeli internasional, dibandingkan hanya naik 3% untuk pembeli lokal, wilayah oasis tepi laut itu menjadi tidak diminati.
Akibatnya, rumah mewah seharga miliaran dolar tidak dihuni dan disepanjang Quayside Isle, deretan restaurant dekat pelabuhan, bisnis-bisnis, telah banyak ditutup. City Developments punya alasan kuat agar idenya ini sukses. Mengingat pada 2014 mereka dapat suntikan modal US$ 469 juta dari Blackstone dan CIMB untuk pengembangan proyek. Sebagai imbalannya, Blackstone dan CIMB mendapat bunga 5% selama 5 tahun dan setoran tunai dari proyek. City Developments mengatakan kelompok itu sedang “bekerja dengan partnernya dalam upaya yang saling menguntungkan untuk restrukturisasi sebelum perjanjian berakhir pada Desember 2019.”
Kwek mengatakan wilayah non-perumahan di wilayah Sentosa lebih baik disewakan untuk tempat meeting dan konferensi. Sementara itu, hotel-hotel di pulau itu dan beberapa hotel baru yang baru dibuka, bisa menarik lebih banyak pengunjung. “Anda pergi ke Bali sekarang, itu sangat ramai. Pulau itu memiliki gunung api, masalah cuaca, masalah banjir dan macet. Kenapa itu bisa populer?” kata Kwek. (dgp)