SLEMAN, bipol.co – Puluhan kepala desa di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa Sleman “Manikwoyo” mendatangi Sekretariat Daerah Kabupaten Sleman untuk menyampaikan keberatan penggunaan “e-voting” dalam pemilihan kepala desa (pilkades), Kamis (1/8/2019).
Kepala Desa Sumberharjo, Kecamatan Prambanan Lekta Manuri mengatakan Pilkades dengan sistem “e-voting” berpotensi menimbulkan masalah pada sistem penghitungan suara yang dianggap kurang transparan. “Dengan e-voting kotak suara tidak bisa dibuka, sehingga kalau ada sengketa susah untuk membuktikan hitungan manual dan elektronik,” ucapnya.
Menurut dia, untuk membuka kotak suara perlu proses panjang karena kotak kemungkinan bisa dibuka setelah melalui proses putusan pengadilan. “Ini menjadi perlu banyak proses untuk menyelesaikan masalah pada pilkades, penggunaan e-voting ini juga tidak bisa menyelesaikan masalah,” tegasnya.
Ia mengatakan, penolakan ini juga berkaca dari hasil pilkades dengan e-voting di daerah lain. “Memang di beberapa daerah e-voting ada yang sukses, namun ada juga yang masih bermasalah. Terutama pada hasil. Ini harus menjadi bahan pertimbangan,” ujarnya.
Lekta mengatakan, selama ini pelaksanaan pilkades dengan metode konvensional sudah memenuhi asas luber, sehingga penggunaan perlu e-voting dikaji ulang. “Selama ini dengan konvensional sudah tidak ada masalah, kalau ada masalah itu diteliti dan dievaluasi,” katanya.
Ia mengatakan, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Sleman perubahan kedua atas Perda No. 5/2015 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pengangkatan Kepala Desa harus dievaluasi dan dikaji ulang.
“Dengan melihat permasalahan-permasalahan di daerah lain. Sehingga klausul dalam Raperda yang berkaitan dengan e-voting bisa ditangguhkan. Selama e-voting bisa fair dan bisa menjawab permasalahan-permasalahan tadi ya saya kira tidak masalah jika dilakukan e-voting,” tuturnya.
Seusai orasi di Pendopo Parasamya rombongan kepala desa itu diterima Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sleman, Pansus Raperda dan pejabat eksekutif Pemkab Sleman.
Ketua DPRD Sleman Haris Sugiharta mengatakan semua usulan yang disampaikan para kepala desa akan ditampung, sekaligus sebagai bahan evaluasi untuk penyusunan Raperda.
“Pembahasan ini tidak bisa gegabah, beri kami waktu untuk berdiskusi agar isi Raperda ini bisa sesuai dengan harapan,” katanya. Hingga 2020 di Sleman akan ada 49 jabatan kepala desa yang kosong. Untuk sementara posisi kepala desa yang kosong akan digantikan dengan penjabat hingga pelaksanaan pilkades selesai. (ant)**
Editor: Ude D Gunadi