BANDUNG.bipol.co – Pasca-Pemerintah Pusat memberikan anggaran dana desa Rp1 Miliar per desa per tahun, setiap desa – terutama desa-desa di Jawa Barat memiliki anggaran sekitar Rp2 Miliar setiap tahunnya. Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan, bahwa dengan anggaran yang besar tersebut perlu dikelola secara baik dan benar. Terutama terkait administrasi atau laporan penyajian keuangannya.
“Uang ke desa hari ini banyak, beberapa sumber yang masuk. Kalau tidak didukung oleh kehandalan dalam bidang administrasi, saya khawatir anugerah jadi musibah. Anugerah adanya uang datang tapi tidak mampu membuat laporan yang baik, bisa jadi musibah,” kata Uu saat ditemui usai acara Tepas (Temu Pimpinan Aspirasi Masyarakat) Edisi Ketiga di Gedung Negara Pakuan, Kota Bandung, Kamis (28/2/2019). “Maka solusinya harus ada pelatihan bagi mereka yang belum paham,” sambungnya.
Lebih lanjut, Uu juga khawatir apabila salah dalam penyajian laporan keuangan bisa berujung pada tindak pidana korupsi. Untuk itu, Uu meminta peran pemerintah daerah kabupaten serta lembaga keuangan dalam memberikan pelatihan tersebut. “Bahayanya, bisa diperiksa dan bisa dianggap korupsi (apabila salah dalam penyajian laporan keuangan). Padalah belum tentu dia korupsi, tetapi salah penyajian laporan bisa saja disebut korupsi,” tutur Uu.
“Jadi, harapan kami para kepala daerah khususnya bupati, harus juga mengadakan kegiatan (pelatihan) seperti itu. Dan harapan kami bukan hanya pihak pemerintah daerah, lembaga keuangan pun — perbankan khususnya dalam CSR, kalau bisa ada difokuskan untuk kegiatan pelatihan bagi kepala desa khususnya dalam bidang manajemen keuangan dan akuntansi pemerintahan desa,” paparnya.
Hal tersebut juga dipertegas oleh Inspektur Pembantu Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Masyarakat Inspektorat Jawa Barat, Mohamad Yudi Ahadiat. Menurutnya, pihak pemerintah desa biasanya ingin segera melakukan kegiatan mulai Januari. Padahal anggaran ke desa turun pada bulan Maret atau April.
“Tapi hampir keseluruhan desa itu anggaran tahun 2017 itu — taruhlah — terlambat turunnya, kan kalau anggaran itu 1 Januari itu sudah bisa running (kegiatan), mereka (anggaran ke kepala desa) itu turun anggaran bulan Maret atau April. Kepala desa pengen cepet-cepet, maka pinjamlah uang (ke bank) yang seharusnya jangan pinjam,” tutur Mohamad. Untuk itu, Mohamad meminta agar para kepala desa bisa disiplin secara anggaran. Karena seharusnya program yang baik dilaksanakan setelah turunnya anggaran. “Tunggu saja dulu, nanti pertanggung jawabannya kan bulan Januari padahal uang turunnya Maret, masa. Nah, itu yang jadi masalah. Makanya perlu ada pelatihan-pelatihan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bandung, Tata Irawan, yang turut hadir dalam acara Tepas mengatakan, bahwa dana pemerintah yang masuk ke desa saat ini sangat besar. Di Kabupaten Bandung saja dana desa yang diterima mencapai Rp 640 Miliar. “Jadi, kami berharap ada pelatihan-pelatihan yang diberikan untuk perangkat desa terhadap pengelolaan keuangan,” pinta Tata. (dgp)