JAKARTA.bipol.co – Anggota Komisi I DPR RI, Willy Aditya menyebutkan, dihidupkannya kembali jabatan Wakil Panglima TNI melalui Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak akan memunculkan dualisme kepemimpinan di tubuh TNI.

“Saya kira tidak. Kan presiden tetap panglima tertinggi TNI. Peran wakil pun bisa diatur dalam Perpres yang dikeluarkan agar tidak terjadi dualisme kepemimpinan. Saya kira bisa bagi tugas nanti,” kata Willy, di Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut dia, adanya jabatan Wakil Panglima TNI merupakan jalan keluar dari permasalahan banyak para perwira nonjob di tubuh TNI saat ini.

“Sepanjang tidak bertentangan dengan UU, saya kira tidak masalah. Saya kira Presiden sebagai panglima tertinggi punya pertimbangan dan kearifan yang sudah dipertimbangkan masak-masak dalam menyikapi situasi ini,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai NasDem ini.

Willy mengatakan, keberadaan Wakil Panglima TNI tidak bisa dilihat dari seberapa besar urgensinya.

“Ini kan seperti diskresi dari seorang pejabat politik. Ketika menghadapi situasi atau kondisi yang tidak biasa, dia mengambil keputusan yang dipandang perlu sebagai jalan keluar dari sebuah permasalahan,” tutur Willy.

Permasalahan dalam kasus ini, tambah dia, adalah banyaknya perwira yang nonjob.

“Banyaknya perwira nonjob ini kan sayang. Potensi sumber daya menjadi sia-sia. Saya kira di sinilah poin dari kebijakan yang diambil oleh Presiden. Toh ini payung hukumnya perpres. Artinya jika kondisinya sudah berubah, kebijakannya bisa diperbaiki oleh presiden kembali,” katanya.

Presiden RI Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 66/2019 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia yang di dalamnya juga mengatur lagi adanya jabatan Wakil Panglima TNI.

Diunduh dari situs resmi Kementerian Sekretariat Negara RI, setneg.go.id, Kamis, jabatan Wakil Panglima TNI disebutkan dalam beberapa pasal, seperti Pasal 13.

Pada Pasal 13 ayat (1) Perpres 66/2019, disebutkan bahwa unsur pimpinan Markas Besar TNI, yakni tertinggi Panglima TNI, kemudian Wakil Panglima TNI.

Disebutkan kembali pada Pasal 14 yang menjabarkan tentang tugas Panglima TNI, yakni pada ayat (3) bahwa Panglima dibantu oleh Wakil Panglima.

Secara lebih jelas, Pasal 15 menyebutkan bahwa Wakil Panglima merupakan koordinator pembinaan kekuatan TNI guna mewujudkan interoperabilitas/Tri Matra Terpadu, yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Panglima TNI.

Setelah itu, dijabarkan pula tugas-tugas Wakil Panglima TNI, yakni membantu pelaksanaan tugas harian Panglima.

Kemudian, memberikan saran kepada Panglima terkait pelaksanaan kebijakan pertahanan negara, pengembangan postur TNI, pengembangan doktrin, strategi militer dan pembinaan kekuatan TNI serta penggunaan kekuatan TNI.

Wakil Panglima TNI juga berkewajiban melaksanakan tugas Panglima apabila Panglima berhalangan sementara dan/atau berhalangan tetap, serta melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh Panglima.

Dalam lampiran disebutkan bahwa yang berhak menduduki posisi Wakil Panglima adalah perwira tinggi (pati) TNI yang berpangkat bintang empat.

Jabatan Wakil Panglima TNI terakhir kali muncul pada 20 tahun lalu, sebelum dihapus oleh Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur melalui Keppres tertanggal 20 September 2000.

Orang yang terakhir menduduki jabatan Wakil Panglima TNI adalah Jenderal Fachrul Razi yang kini dipercaya Presiden Jokowi menjabat sebagai Menteri Agama.

Setelah itu, tidak ada lagi jabatan Wakil Panglima TNI meski sudah pernah diusulkan Jenderal Moeldoko saat menjabat Panglima TNI, sampai Presiden Jokowi akhirnya “menghidupkan” kembali dengan Perpres 66/2019. (ant)