“Seperti Soekarno dan Hatta yang tidak sepi konflik, bahkan ibarat dalam mobil, Soekarno melihat ke kiri dan Hatta ke kanan namun tetap memelihara posisi untuk kepentingan bangsa,” kata Sabil dalam keterangan di Jakarta, Jumat (22/11).
Dia menjelaskan bahwa penunjukan Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR RI oleh Partai Golkar termaktub makna tidak tertulis bahwa Golkar secara politik menyandarkan harapan kepada Bamsoet untuk fokus mengemban tugas-tugas kebangsaan, yang selain tidak ringan, juga memiliki tanggungjawab sebagai suluh bangsa.
Dia menekankan, seorang pimpinan Majelis adalah representasi rakyat Indonesia seluruhnya dan karena itu sejatinya tidak berbicara lagi mengenai kepentingan sempit partai.
Pandangan itu, kata dia, tidak berupaya dan bermaksud menarik keluar tensi perdebatan subyektif mengenai adakah komitmen Airlangga dan Bamsoet saat pembicaraan dukungan sebagai pimpinan Majelis.
Namun demikian dia menekankan, dalam politik tidak ada makan siang gratis. Oleh karenanya dia percaya bahwa publik memiliki keyakinan ada komitmen dan kesepakatan tertentu di balik penunjukan Bamsoet sebagai Ketua MPR RI oleh Golkar dalam hal ini Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.
“Publik yakin bahwa pasti ada, seperti yang sering disebut Bamsoet soal komitmen dan kesepakatan itu, ‘biarlah saya dan Airlangga serta Tuhan yang tahu’,” kata Sabil.
Dia mengatakan, Airlangga Hartarto saat membuka Rapimnas Golkar tanggal 14 November 2019 juga menyinggung hal itu, untuk mengingatkan bahwa dalam politik selain tujuan, cara untuk mencapai tujuan itu harus sarat nilai dan komitmen moral yang mestinya dijaga, terlebih sudah diikat oleh sebuah power sharing atau pembagian peran yang biasa terjadi dalam politik.
“Saya kira itu legacy yang baik antara Bamsoet dan Airlangga kepada kader, yakni kesepakatan dan komitmen untuk saling melapangkan jalan pengabdian kepada bangsa untuk kepentingan kebangsaan di satu sisi kepada Bamsoet dan pengabdian kepartaian kepada Airlangga,” jelas dia.
Lebih jauh dia menekankan dalam bahasa dan diksi yang sangat simbolik Presiden Jokowi dalam sambutan HUT Golkar ke-55 tanggal 6 November yang lalu juga tampak mengetahui komitmen kedua tokoh Golkar itu, dengan mengingatkan agar Golkar menjaga soliditas juga komitmen yang sudah disepakati.
Jika ditafsirkan, kata dia, maka Jokowi menduga bahwa jika komitmen kedua tokoh tidak dipatuhi dan dijalankan maka ada potensi gangguan soliditas Golkar yang dapat berdampak kepada stabilitas pemerintahan.
“Ini bahasa simbolik yang sangat mudah dipahami sebagai pesan Presiden agar Golkar tetap menjaga kebersamaan dan semangat persatuan untuk dapat berkontribusi lebih luas kepada negara dan pemerintah untuk menyukseskan pembangunan dimana Golkar memiliki posisi penting dalam barisan koalisi,” kata Sabil.
Dalam teori politik, pesan Presiden menurutnya, sangat jelas dan terang benderang bahwa peran Golkar sangat penting dalam pemerintahan. Pernyataan itu, kata dia, bersayap dan bisa jadi memiliki turunan bahwa karena perannya yang sangat penting itulah maka Golkar harus dapat dipimpin oleh tokoh atau kader yang memiliki chemistry politik dengan Presiden.
“Dalam sambutan HUT Golkar, Presiden memuji posisi Airlangga dengan menyebut bahwa ketum Golkar memang top. Ini bahasa simbolik yang tentu saja sangat bisa dipahami bahwa Presiden punya good feeling dengan Airlangga serta chemistry yang kohesif secara politik untuk dapat memainkan peran baik sebagai Ketua Umum Golkar maupun Menko Perekonomian sekaligus,” kata dia.
Menurut Sabil, jika melihat fakta bahwa Airlangga dan Bamsoet dengan pembagian peran keduanya yang dapat saling mengisi satu sama lain secara sinergis, maka Bamsoet bisa menghela nafas kebangsaan pada lembaga legislatif sebagai bandul kiri dan Airlangga menghela nafas kepartaian sekaligus nafas profesionalisme pada lembaga eksekutif sebagai bandul kanan.
“Bamsoet dengan pengalamannya bekerja merumuskan gagasan besar Indonesia ke depan pada panggung legislatif dan Airlangga juga dengan pengalamannya yang sangat luas pada bidangnya sebagai Menko,” kata Sabil.
Dia menegaskan Airlangga mampu mengelola partai yang dalam kurun masa 15 bulan saja, telah mampu menempatkan Golkar pada posisi kedua perolehan kursi DPR RI meski menghadapi tantangan. Hal ini merupakan modal Golkar mewarnai kehidupan politik bangsa 2019-2024 dan memenangkan kontestasi politik pada kurun waktu tersebut.
Dia menyampaikan menjelang Munas Golkar, maka kedua tokoh itu sebaiknya bertemu. Airlangga dapat memanggil Bamsoet atau sebaliknya Bamsoet berinisiatif menemui Airlangga guna mengulas kembali komitmen yang telah disepakati keduanya, baik sebelum Bamsoet bisa menjadi ketua DPR tahun lalu, maupun ketua MPR bulan lalu.
“Publik terutama kader Golkar harus tersuguhi berita baik bahwa kesepakatan itu tercipta tanpa harus menunjukkan bukti tertulis. Konsistensi untuk menjaga komitmen bagi seorang pemimpin itu sangat penting,” jelas dia.
Kesimpulannya, jelas Sabil, bahwa dalam Munas Golkar awal Desember yang akan datang, kuat keinginan untuk menyatukan dua kekuatan tokoh yang saat ini berbeda, untuk bersama dan bersatu demi menjaga soliditas Golkar untuk makin menguatkan posisi Golkar sebagai pilar penting kabinet Indonesia Maju.
Dia menekankan Airlangga dapat menjadi dirijen partai baik sebagai Menko Perekonomian di satu sisi dan Ketua Umum Golkar pada sisi yang lain. Sementara Bamsoet memperkuatnya sebagai dirijen pada lembaga perwakilan yakni Ketua MPR.
Dengan menyatukan peran kedua figur Golkar itu, menurut Sabil, akan memberikan harapan dan ekspektasi politik yang besar bagi Golkar untuk menang dalam setiap kontestasi politik pada kurun waktu 2019-2024 yang akan datang. (ant)