SOREANG, bipol.co — Hujan deras beberapa hari terakhir ini telah mengakibatkan banjir di beberapa daerah. Selain ratusan rumah penduduk banjir, telah menggenangi fasilitas sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Dr. H. Juhana, mengakui jumlah sekolah yang terendam banjir sejak kemarin malam, ada sekitar 16 sekolah, tersebar di sejumlah wilayah yang terdampak banjir. Seperti di Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Rancakekek, dan Majalaya.
“Berdasrkan laporan dari BPBD barusan pada rapat koordinasi, sekolah yang tergenang antara 14 sampai 16 sekolah, yang terbanyak di Baleendah,” kata Juhana, kepada bipol.co, di sela-sela Rapat Koordinasi Pengendalian Kenyamanan Lingkungan Urusan Kebencanaan tingkat Kabupaten Bandung tahun 2019, di Sahid Sunshine, Soreang, Kabupaten Bandung, Rabu (18/12/2019).
Pihak Disdik sendiri, tutur Juhana, telah melakukan berbagai langkah upaya penanggulangan bagi sekolah yang terkena dampak banjir.
“Mengenai upaya ini yang selalu ditanyakan wartawan setiap ada banjir, termasuk selalu ditanyakan relokasi gedung sekolah. Kalau relokasi sekolah itu gampang, relokasi penduduk yang susah,” katanya.
Menurut Juhana, relokasi sekolah bisa dilakukan kalau penduduknya direlokasi, karena dengan sendirinya bila penduduknya direlokasi otomatis sekolah juga direlokasi,” ucapnya.
Juhana juga mengatakan, upaya untuk mengatasi dampak banjir, pihak dinas saat ini telah membangun delapan sekolah bertingkat di Beleendah dan Dayeuhokolot. Sekokah itu dibangun untuk mengevakuasi fasilitas dan dokumen sekolah bila ada banjir, serta untuk proses belajar mengajar.
“Para pendidik di lokasi banjir itu sudah terlatih dan terbiasa. Mereka sudah tahu mengenai siklus dan program pembelajaran. Sudah bisa menghitung, berapa hari sekolah itu akan tergenang air, 40 hari, 30 hari, atau dua bulan. Mereka sudah tahu kapan keringnya. Saat kering, mereka melakukan proses belajar secara cepat,” katanya.
Di sekolah yang terdampak banjir, tutur Juhana, ada model pembelajaran yang sifatnya adaptasi terhadap kebencanaan bajir. Ada proses pembelajaran atau daring. Ada pembelajaran mandiri dengan modul. Ada pembelajaran yang sipatnya adaptasi, serta ada efesiensi dan efektivitas pembelajaran yang bagus.
“Saya cek ke lapangan, ada pemadatan kurikulum. Jadi saya berani katakan kalau banjir itu bukan hambatan dalam proses belajar, dan terbukti di sekolah-sekolah yang terkana banjir prestasinya justru bagus,” ucap Juhana.
Juhana juga menyampaikan perlunya sebuah kurikulum bagi sekolah di daerah bajir, yaitu kurikulum kalender pembelajaran berbasis banjir.
“Saya membolehkan kurikulum ini diterapkan di daerah banjir, karena dalam keadaan darurat. Proses pembelajaran bisa dipercepat, saat kering atau saat banjir. Ketika datang bajir, mereka sudah bisa beradaptasi dengan ketidaknyamanan,” papar Juhana.**
Reporter: Deddy | Editor: Hariyawan