SUKABUMI, bipol.co – Masyarakat yang menjadi konsumen restoran atau rumah makan diimbau tidak ragu-ragu menanyakan pajak dari makanan dan minuman yang mereka beli untuk disetorkan ke pemda. Hal itu penting, karena pajak restoran yang besarnya 10 persen dari nilai transaksi merupakan uang titipan konsumen yang harus disetorkan kas daerah.
“Kalau ada masyarakat yang ragu-ragu terhadap pemilik rumah makan atau restoran terkait pajak 10 persen, sebaiknya tanyakan langsung atau ingatkan kasir agar mereka menyetorkan uang titipan itu ke pemda,” kata Kasubid Pendataan dan Pendaftaran pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kota Sukabumi, Tatus Arifullah, kepada wartawan, Jumat (24/1/2020).
Ketika diingatkan oleh konsumen atau masyarakat tentang pajak 10 persen yang tertera pada struk pembayaran, ujar Tatus, kemungkinan para pengusaha akan tergerak untuk menaati peraturan perpajakan daerah.
“Nilai pajak restoran dalam setiap bulannya fluktuatif berdasarkan perhitungan pajak official dan self assessment atau pelaporan secara mandiri. Pendapatan hotel dan restoran sendiri setiap bulannya pasti fluktuatif. Jadi pembayaran pajaknya juga turun naik,” ujar Tatus.
Dia sendiri meragukan 100 persen uang titipan pada pajak restoran sampai ke kas daerah. Karena itu, BPKD terus mengembangkan inovasi untuk meningkatkan transparansi dalam pembayaran pajak hotel dan restoran. Salah satunya dengan pemasangan Transaction Monitoring Device (TMD).
“Alat ini bisa merekam langsung dari server dan terkoneksi dengan komputer kami. Dari alat ini, kami bisa mengetahui setiap transaksi yang terjadi,” jelas Tatus.
Sampai sekarang, di Kota Sukabumi baru terpasang 10 TMD di hotel bintang empat dan di beberapa restoran. Semestinya di setiap hotel, restoran, dan rumah makan terdapat TMD.
Sebelumnya, wajib pajak hotel dan restoran melaporkan sendiri besaran pajak yang harus dibayarnya melalui sistem self assessment secara online. Sebelumnya mereka melakukan meng-input data omset di tempat usahanya melalu aplikasi. Setelah itu, akan keluar kode bayar dan wajib pajak membayar pajak tersebut ke Bank BJB.
“Tugas kami hanya mendata awal pengusaha membuka usaha baru, mendata, dan mendaftar. Kami selalu mengingatkan wajib pajak untuk menginput di aplikasi online. Kalau wajib pajak tidak juga memenuhi kewajibannya, tugas selanjutnya berada di ranah bidang penagihan,” jelas Tatus.
BPKD meluncurkan aplikasi pajak online pada akhir 2017. Pada tahun 2018 BPKD melakukan migrasi data dari manual ke online. Hasilnya sangat signifikan terhadap peningkatan PAD di Kota Sukabumi.** Reporter: Firdaus | Editor: Hariyawan