BANDUNG, bipol.co- Ketidak hadiran anggota 243 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna dengan pembahasan uji kelayakan dan kepatutan calon Hakim Mahkamah Konstitusi, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3/2019), mendapat tanggapan serius dari peneliti politik Dedi Kurnia Syah.
Dia menilai kondisi sepinya rapat pembuka sidang IV DPR ke 14, sebanyak 293 anggota DPR tercatat menandatangani daftar hadir, dan diketahui hanya 24 kursi yang terisi menandakan ketua sidang tidak mengetahui tata tertib sidang.
“Kuorum tidak berdasarkan daftar kehadiran di atas kertas, sidang tidak mungkin dilanjutkan dengan puluhan anggota, sementara populasi legislatif itu sebanyak 536. Jika tetap dipaksa kemungkinan pimpinan sidang tidak paham tata tertib” kata Dedi kepada bipol.co melalui pesan singkat pada Rabu (20/3/2019).
Dedi berpendapat iklim politik palerlemen tersebut akan berimbas kepada sistem yang tidak ideal, pasalnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) betentangan dengan fungsi partai politik di parlemen.
“Sadar atau tidak, anggota parlemen tidak pernah benar-benar mewakili publik, mereka secara sistem politik mewakili parpol. Itulah salah satu sebab tatakelola politik parlemen seperti ini, terlebih saat ini adalah waktu berkampanye untuk 17 April, tentu ada anggapan lebih baik di Dapil daripada di ruang sidang” tambahnya.
Dedi juga menyoroti ketidak hadiran Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam kasus sepinya rapat paripurna ini. “MKD seharusnya lebih berperan dalam mengatur etika politik parlemen, sehingga hal semacam ini tidak terlalu sering terjadi” ungkapnya.**
Reporter : Rizki Agustian
Editor : Deden .GP