SOREANG, BIPOL.CO — Puluhan perwakilan guru honorer yang tergabung dalam Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Katagori 35 tahun plus (GTKHNK35+) Kabupaten Bandung mendesak DPRD Kabupaten Bandung, untuk memperjuangkan sejumlah tuntutan mereka. Terutama nasib guru honorer yang selama ini belum diangkat, baik jadi ASN atau PPPK, termasuk soal kesejahteraan.
Desakan tersebut disampaikan GTKHNK35plus saat beraudiensi dengan DPRD Kabupaten Bandung, Jumat siang (4/2/2022).
Mereka diterima Komisi gabungan DPRD Kabupaten Bandung, di ruang Banmus, Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Soreang. Hadir Ketua Komisi D Maulana Fahmi, dari Komisi A Tedi Surahman dan anggota lainnya, serta Kepala BKPSDM, Ahmad Johara, serta dari Dinas Pendidikan diwakili Kabid SMP, Drs Rucita,
Ada sejumlah tuntutan yang disampaikan terkiat permasalahan Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Katagori 35 tahun plus ini. Terutama tentang regulasi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) dan evaluasi hasil pengumuman tes PPPK guru tahun 2021.
Dalam kesempatan itu, Ketua GTKHNK3plus Kabupaten Bandung, Ripan Sopardani, S. Pd, menyampaikan tuntutan kepada Pemkab Bandung. Antara lain, dewan agar mengusulkan kuota Guru PPPK 2020 yang tertera di Dapodik atau sesuai dengan formasi yang dibutuhkan setiap sekolah masing masing.
Kemudian kedua, mengangkat semua peserta test ASN PPPK tahun 2021 yang telah memenuhi Lulus Passing Grade dan ditempatkan di sekolah masing-masing tanpa memperhitungkan linearitas kualifikasi pendidikan, seperti pengangkatan ASN PPPK tahun 2019.
Ketiga Pemkab Bandung dimohon untuk memprioritaskan dan mengangkat peserta test ASN PPPK tahun 2021 yang sudah lulus Passing Grade tahun 2022.
Kemudian yang menjadi tuntutan mereka, juga soal kesejahteraan guru honorer yang mereka anggap masih jauh dari sejahtera.
“Sangat ironis ketika Pemkab Bandung memperhatikan guru ngaji baru dengan insentifnya, sementara kesejahteraan guru honorer tidak disentuh dari kebijakan kebijakan pemerintah yang ada. Bahkan kalah dengan guru guru ngaji yang baru, sedangkan kami yang sudah mengambil belasan bahkan puluhan tahun belum sejahtera,’ ujar Ripan, usai dengar pendapat.
Kemudian Ripan mengatakan, terkait dana BOS yang 50 persen, ternyata prateknya di lapangan, belum maksimal, sedangkan pusat sudah mengintruksikan supaya dana BOS untuk kesejahteraan boleh digunakan. “Namun pada prakteknya di lapangan ironis sekali, tergantung kebijakan kepala sekolah masing-masing,’ ujarnya.
“Kemudian kami juga menuntut agar guru honorer diberikan SK bupati supaya menjadi honor daerah (Honda) untuk melengkapi persyaratan tes PPG, kami terkendal itu,” kata Ripan yang mengaku saat ini jumlah anggota GTKHNK3plus mencapai sekitar 6000 orang.
Sementara anggota dewan dari Fraksi PKS Tedi Surahman mengatakan, ada tuntukan terkait formasi dan kebijakan hasil seleksi.
“Nah urusan kebijakan itu kewenangannya kan di pusat, kalau daerah hanya menentukan formasi dan mengangkat dan merekrut, jadi pertanyaan yang disampaikan mereka lebih banyak kebijakan yang disampaikan oleh kementrian. Karena itu kita akan mengajak mereka untuk melakukan koordinasi ke.Jakarta sekalian” kata Tedi.
Terkait dengan kesejahteraan dan status guru honor, imbuh Tedi, kewenangannya memang ada di Kabupaten Bandung. “Ini sudah dianggarkan, tadi sudah disanpaikan kepada mereka, sudah dianggarkan, dihitung oleh Komisi D dengan Disdik, tinggal regulasinya atau Perbupnya belum ada, kalau Perbupnya keluar anggaran itu bisa dikeluarkan,” tambahnya
Dewan sendiri, kata Tedi, wajib mendorong usulan para guru honorer tersebut karena sudah dianggarkan tinggal menunggu Perbup yang masih menunggu jadwal pembahasan.(Deddy)