BANDUNG, bipol.co – Banjir bandang yang terjadi di Kelurahan Jati Endah, Kecamatan Cilengkrang telah mengorbankan nyawa dan harta benda. Namun, musim yang tak menentu dan intensitas curah hujan yang tinggi dinilai bukan menjadi faktor utama penyebab banjir.
Pengkampanye Hutan WALHI Jawa Barat sekaligus Ketua Badan Pengurus Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (BP FK3I), Dedi Kurniawan, mengatakan pemerintah semestinya sudah dapat memperkirakan dampak dari kebijakan yang dikeluarkan. Kebijakan itu adalah mengubah Kawasan Bandung Utara (KBU) dari kawasan serapan menjadi kawasan non-resapan, dengan mendirikan banyak bangunan.
Menurut dia, air hujan tidak langsung diserap tanah, tetapi bermuara ke sungai dan kemudian meleber ke jalan. Selain kurangnya daya serap di KBU, faktor lainnya adalah rusaknya wilayah hulu akibat alih fungsi lahan dan terjadinya sedimentasi sungai.
Sungai harus menampung hasil sedimentasi dan mengendap, hingga air tertampung dan tidak terserap. Ia mengatakan, luapan tak terhindari yang akhirnya membuat tanggul penahan air roboh dan rusak.
Dedi menambahkan, kejadian banjir bandang di Cicaheum tahun lalu seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah. “Coba kita lihat upaya dari banjir lumpur Cicaheum hingga saat ini pemerintah tidak terlihat melakukan upaya apapun,” ujar Dedi dalam keterangan tertulisnya, Senin (11/2).
Jatuhnya tiga orang korban dalam bencana banjir Cilengkrang, kata dia, menunjukkan bahwa pemerintah telah abai dalam melindungi keamanan dan keselamatan warganya.
dalam rilisnya Dedi menuturkan, insiden ini sebenarnya sudah dapat diprediksi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sehingga pemerintah dapat melakukan aksi pencegahan. Pencegahan dini dinilai dapat mengurangi resiko bencana.
Menurutnya, BMKG mengeluarkan pernyataan bahwa akan terjadi hujan ekstrem di beberapa wilayah. Namun pihak berwenang setempat, dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat dinilai tidak dapat membaca situasi tersebut.
“Jika mereka tanggap, seharusnya Info tersebut disebarluaskan kembali kepada pihak Muspika dari kecamatan hingga desa sehingga antisipasi dapat disebarluas ke warga,” tutur Dedi.
Selain itu, teknologi sederhana dengan melibatkan komunitas dan warga dalam pencegahan dini juga tidak dilakukan. Menurut dia, banyak teknologi yang memungkinkan untuk digunakan, seperti alat pendeteksi kondisi sungai.
Komunitas Jaga Bale, kata dia, telah melibatkan forum warga untuk ikut serta sebagai operator dan pemantau. Jika semua itu dimanfaatkan, jatuhnya korban jiwa dapat diminimalisir dalam bencana.[Deden .GP]