JAKARTA.bipol.co – Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Danang Parikesit, angkat bicara mengenai wacana tol gratis seperti di Malaysia. Menurutnya, sebenarnya RI bisa saja menerapkan kebijakan serupa, karena secara regulasi dibolehkan. “UU kita sebenarnya membolehkan. Tol gratis boleh tapi akan menjadi beban publik yang lebih luas. Kalau jalan itu gratis, teman-teman kita di Papua ikut membiayai, dari pajak,” ungkap Danang di Jakarta, Jumat (1/3/2019).
Dia menjelaskan, jika tol RI digratiskan, konsekuensinya harus ada pembayaran ganti biaya investasi. Setiap tol memiliki konsesi dengan jangka waktu dan nilai investasi yang berbeda-beda. “Kan kalau gratis pembiayaan perawatan dan sebagainya harus dibayar, dari APBN. Dan kalau investasi belum tuntas kan berarti harus ada biaya investasi yang dikembalikan. Misalnya kurang Rp 1 triliun, kita ambil kan harus bayar agar fair,” urainya.
Artinya, lanjut dia, daerah di luar kawasan yang terlewati jalan tol juga akan menanggung beban pembiayaan. Kondisi demikian, menurutnya tidak bijak jika diterapkan di RI untuk saat ini. Sejalan dengan itu, menurutnya jika konsesi tol sudah habis, banyak pertimbangan yang harus dipikirkan sebelum memutuskan merubah tol menjadi jalan umum alias gratis. Dalam hal ini, pemerintah memiliki dua pilihan.
“Apakah ditenderkan ulang atau diadopsi sebagai jalan umum yang tidak berbayar. Jadi pilihan itu dari kami selalu akan disampaikan kepada Pak Menteri dan akan ada pertimbangan,” paparnya. Jika dikembalikan ke pemerintah untuk dijadikan jalan gratis, maka harus ada alokasi anggaran untuk pemeliharaan. Alokasi tersebut tentu akan mengambil jatah dari pos kebutuhan dari anggaran lainnya
“Misalnya x rupiah. Kita kan harus lihat x rupiah ini lebih wish dibelanjakan di jalan tol yang ada atau untuk belanja jalan jalan perbatasan, di daerah yang belum terlayani, belum ada jembatan dan sebagainya,” paparnya. Jika urgensi kebijakan lebih cenderung untuk membelanjakan anggaran pada pilihan kedua, maka konsesi tol yang sudah habis harus ditenderkan ulang. Dengan begitu, Pemerintah tidak perlu menanggung banyak biaya pemeliharaan dan operasi tol. Selama ini, belum ada tol di RI yang habis masa konsesinya secara penuh. Hanya saja, Danang menyebut konsensi untuk ruas tol Jagorawi sebenarnya sudah habis, namun masih terikat dengan lingkaran ruas tol di sekitarnya.
“Jagorawi kan konsensi mengikat tidak hanya di Jagorawi tetapi juga beberapa ruas lain. Jagorawi habis tapi yang lain belum habis,” tandasnya. Dalam kasus seperti ini, konsensi diperpanjang dengan penyertaan biaya operasional dan pemeliharaan. Dengan demikian pemerintah tidak perlu lagi menanggung biaya investasi. “Karena itu Jagorawi tarifnya murah sekali,” lanjutnya.
Kondisi berbeda dapat dilihat dari status Jembatan Suramadu yang tadinya merupakan jalan tol berbayar, kini menjadi gratis. Danang menjelaskan, Jembatan Suramadu merupakan hasil pembangunan yang dikerjakan dan dibiayai langsung oleh pemerintah. Saat awal beroperasi, pemerintah menyerahkan operasionalnya kepada PT Jasa Marga (JSMR). Dalam hal ini, JSMR tidak menanggung biaya investasi sehingga Pemerintah bisa langsung menggratiskan tol tanpa mengganti biaya investasi. (dgp)