JAKARTA.bipol.co – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuding tarif bus Damri Bandara Soerkarno-Hatta naik secara diam-diam dan hal ini berpotensi melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Diam-diam Perum Damri menaikkan tarif sebesar Rp5.000 untuk jurusan Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Kenapa kita sebut diam-diam, karena nyaris tak ada sosialisasi yang dirasakan konsumen. Banyak keluhan dan pertanyaan konsumen terkait hal itu,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam keterangannya di Jakarta, Minggu ((10/3/2019).
Dijelaskannya, ketika hal tersebut ditanyakan konsumen, kondektur bus Damri Bandara mengatakan kenaikan itu dilakukan sejak awal tahun. Artinya per Januari 2019. Padahal menurut pengamatan konsumen di lapangan, tidak ada informasi terkait hal itu, baik di loket pembayaran dan atau di kabin bus Damri. “Jika hal itu benar, YLKI sangat menyesalkan hal tersebut. Sebab itu tidak menghargai hak konsumen yang dijamin di dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” katanya.
Menurut Tulus, pasal 4 UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa konsumen mempunyai hak atas informasi yang jelas, jernih dan jujur saat menggunakan barang dan atau jasa. Informasi dimaksud bukan sekadar adanya informasi kenaikan tarif, tetapi mengapa tarifnya dinaikkan.
Tulus menilai hal itu tidak dilakukan manajemen Perum Damri. Apalagi kenaikan itu tidak pernah dibarengi dengan standar pelayanan yang jelas dan terukur, seperti sistem tiket masih manual, masih menggunakan sistem sobek karcis, kecuali untuk Terminal 3 Bandara Soeta.
Oleh karena itu, tegasnya, YLKI mendesak Perum Damri untuk bisa menjelaskan pada publik, benefit macam apa yang bisa diperoleh konsumen atas kenaikan itu. YLKI menduga, kenaikan itu dilakukan karena rute bus Damri Bandara Soetta adalah rute yang paling menguntungkan. Tanpa rute bandara, bus Damri banyak ruginya. Tapi ini tidak fair, jika rute bandara dijadikan satu-satunya sumber pendapatan yang menguntungkan.
“Manajemen Damri harus berani menutup rute-rute yang merugi. Kecuali rute tersebut dalam penugasan pemerintah dan artinya pemerintah harus membayar selisih kerugiannya itu. Tidak bisa konsumen Bus Damri harus menaggung kerugian tersebut,” ujar Tulus Abadi. (ant)