BELITUNG.bipol.co – Kementerian Pertanian (Kementan) dalam dua tahun terakhir telah mengalokasikan bibit lada unggul senilai Rp5,5 triliun ke provinsi yang menjadi sentra produksi lada di Indonesia, sebagai upaya pemerintah mengembalikan kejayaan komoditas ekspor tersebut di pasar dunia.
“Khusus untuk Provinsi Bangka Belitung (Babel), Kementan telah mengalokasikan bibit unggul lada dengan rehabilitasinya seluas 5.000 hektare kebun lada petani,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman saat pelepasan ekspor lada putih di perkebunan lada putih Desa Air Seruk, Belitung, Sabtu (4/5/2019).
Ia mengatakan bantuan bibit unggul ini tidak hanya membantu petani dalam mengembangkan usaha perkebunannya, tetapi juga dapat meningkatkan produksi dan kualitas komoditas unggulan pemerintah daerah Babel.
“Bedanya, produktivitas bibit biasa hanya 0,7 ton per hektare per tahun, tetapi kalau bibit unggul produktivitasnya mencapai 2,5 ton per hektare per tahun, bahkan bisa mencapai tiga ton per hektare per tahun,” ujar Mentan.
Dengan program ini, Mentan Amran optimis dapat mengembalikan kejayaan rempah Indonesia. Selama ini, kata dia, akar permasalahan rempah, khususnya lada, ada pada bibit, teknologi, dan membangun semangat petani.
Apalagi keunggulan komparatif pertanian Indonesia masih luar biasa, sehingga produktivitas dan kualitas suatu komoditas dapat ditingkatkan dan mampu bersaing di pasar dunia.
“Kita sudah buktikan empat tahun terakhir, dulu ekspor kita 33 juta ton, tetapi pada 2018 meningkat menjadi 42 juta ton. Artinya naik hampir 10 juta ton. Apa yang kita lakukan sekarang ini sudah membuahkan hasil pada pemerintahan Jokowi-JK. Sekarang kita sudah panen,” ujar Mentan.
Ia mengatakan Kementan memberikan anggaran bibit unggul berdasarkan sentra produksi, sehingga tidak memberikan kepada daerah yang tidak cocok dengan lada. Adapun sentra produksi lada di Indonesia yakni ada di Bangka Belitung, Luwu Raya, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
“Ini adalah sentra lada kita. Kita harus kembangkan berdasar keunggulan komparatif dan kompetitif. Kompetitif itu melakukan pengolahan, agar bisa memasuki pasar internasional. Karena nilai tambah yang paling besar ada di pengolahan. Jadi cara berpikir kita ke depan seperti itu,” ujarnya. (ant)
Editor Deden .GP