JAKARTA, bipol.co – Kebijakaan Gubernur DKI, Anies Baswedan, soal kebijakan penyelenggaraan Djakarta Warehouse Project (DWP) dan penghargaan ke Diskotek Colosseum dicap ‘Maksiat Friendly’. Anies menepis.
Cap ‘Maksiat Friendly’ itu dikeluarkan oleh Front Pembela Islam (FPI). Pemprov DKI disebut pro terhadap perkembangan kemaksiatan lantaran memberi izin penyelenggaraan DWP 2019.
Acara musik tahunan itu dianggap sangat potensial merusak generasi muda, karena kegiatan hura-hura dengan musik keras, serta tersaji minum-minuman keras.
“Sangat potensial dirusak dengan cara berpakaian membuka aurat, mengonsumsi makanan dan minuman haram,” tulis pernyataan sikap FPI yang diterima dari Sekretaris Umum FPI, Munarman, Senin (16/12/2019).
‘Maksiat Friendly’ yang juga disorot FPI, yakni penghargaan untuk diskotek-diskotek. FPI mengatakan hal itu merupakan tempat maksiat berkedok hiburan dan tidak ada manfaat untuk mencapai tujuan pembentukan manusia yang beriman dan bertakwa.
“Namun sangat disayangkan Pemprov DKI Jakarta justru terus memberikan izin dan bahkan memberikan penghargaan terhadap industri yang ‘maksiat friendly’ berkedok pariwisata tersebut,” ujarnya.
Karena itu, FPI memberikan empat masukan dan mengingatkan Anies. Pertama, FPI mengingatkan Anies soal alasan umat menjatuhkan pilihan saat Pilkada DKI 2017.
“Umat Islam DKI Jakarta menjatuhkan pilihan kepada Anda saat Pemilihan Gubernur tahun 2017, karena Umat Islam Jakarta menginginkan ada perubahan mendasar orientasi pembangunan dari yang semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi, PAD yang tinggi, kehidupan dunia yang glamor, diubah menjadi indeks pembangunan yang lebih mengedepankan aspek kehidupan yang religius, takut kepada Allah dan nyaman bagi umat semua agama,” ucapnya.
Ke dua, kata FPI, umat Islam di Jakarta masih menaruh kepercayaan kepada Anies untuk mampu mewujudkan kehidupan di Jakarta yang religius.
Ke tiga, FPI memprotes keras berbagai kebijakan Pemprov DKI dengan dua contoh tersebut, izin DWP dan penghargaan untuk diskotek.
FPI menyarankan agar Anies melakukan review menyeluruh terhadap berbagai kebijakan yang dinilai sangat potensial membuka celah dan peluang berkembangnya segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan dengan konsultasi kepada alim ulama. Sekaligus juga mengembangkan wisata yang ramah terhadap umat beragama, wisata halal, religi, budaya, sejarah yang sangat tersedia potensinya.
Anies diminta cerdas dan kreatif dalam membangun indeks kualitas manusia sekaligus perekonomian yang halal.
“Menghentikan pemberian penghargaan kepada tempat tempat hiburan seperti diskotek dan sejenisnya yang tidak ada manfaat sama sekali dalam pencapaian indeks manusia yang beriman dan bertakwa,” ucapnya.
Gegara dua kebijakan kontroversial ini, Pemprov DKI mencabut penghargaan ke Diskotek Colosseum. Pemprov akan melakukan pemeriksaan terhadap jajarannya soal penilaian terhadap pemenang penghargaan.
Apalagi, pihak Pemprov DKI menyebut tanda tangan Anies dalam penetapan pemenang Adikarya Wisata 2019 dibubuhi tanda tangan cetakan alias bukan tanda tangan basah atas nama Pemprov DKI, sehingga secara tidak langsung, Anies ‘menepis’ membuat kebijakan ‘Maksiat Friendly’ khususnya terkait penghargaan diskotek.
“Pak Gubernur telah perintahkan pada inspektorat agar melakukan pemeriksaan pada jajaran yang terlibat dalam proses penilaian,” ujar Sekda Provinsi DKI Jakarta, Saefullah, di Gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019).
Saefullah mengatakan nantinya petugas akan diberikan sanksi bila terbukti melakukan kelalaian. Dia mengatakan saat ini petugas yang terlibat dalam penghargaan untuk Colosseum dinonaktifkan selama pemeriksaan.
“Jika terbukti lalai, akan diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Jajaran yang terlibat sementara dinonaktifkan, selama pemeriksaan berjalan. Jadi ke depan kita akan lakukan kajian secara ketat terhadap prosedur dan kriteria penghargaan Adikarya Wisata. Jadi ini harus betul-betul lebih cermat lagi,” tuturnya.*
Editor: Hariyawan