“Kemandirian itu harus dijaga, itu ditunjukkan ketika membuat kebijakan dan keputusan, dilakukan secara mandiri, tidak berdasarkan pesanan pihak lain,” kata Arief Budiman di Jakarta, Selasa (18/2).
Kemudian, setiap kerja KPU, kata dia, tidak berdasarkan tekanan atau iming-iming dari pihak di luar dari lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
“Untuk menjaga ini, saya minta provinsi, kabupaten/kota bekerja dengan transparan, publik bisa mengakses, bisa melihat, bisa tahu apa kebijakan yang diambil KPU. Jangan bekerja dengan cara tertutup,” kata dia
Pasca operasi tangkap tangan salah seorang mantan Komisioner Wahyu Setiawan, menurut Arief, kepercayaan publik terhadap lembaga yang dipimpinnya tersebut memang sedikit menurun.
Namun penurunan tersebut tidak sampai membuat Komisi Pemilihan Umum sama sekali tidak lagi dipercaya oleh rakyat.
“Survei tentang kepercayaan KPU masih cukup tinggi. Kalau dulu kepercayaannya itu selalu di atas 80 persen, yang terakhir saya baca di beberapa tempat itu menurun tapi masih di atas 70 persen,” katanya.
“Peristiwa yang terjadi di KPU kemarin tidak berkaitan dengan kebijakan yang sudah dibuat oleh KPU. Artinya kebijakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan,” ucapnya.
Menurutnya, lembaga KPU bentuknya unik bersifat kolegial, setiap keputusan diambil dengan cara pleno, oleh karena itu tidak bisa kepentingan pribadi atau oknum bisa menggangu bahkan merusak KPU.
“Kami ingatkan kembali soal itu dan soal kolektif kolegial. Jadi kalau orang perorang mau bagaimana itu urusan pribadi, tapi kebijakan keputusan keluar dari rapat pleno,” ujarnya. (net)