Legislator : Indonesia Perlu UU Tentang Kanker

- Editor

Minggu, 23 Februari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Karnaval yang diikuti penyintas kanker dalam memperingati Hari Kanker Sedunia di Jakarta, Minggu (23/2/2020). (net)

Karnaval yang diikuti penyintas kanker dalam memperingati Hari Kanker Sedunia di Jakarta, Minggu (23/2/2020). (net)

JAKARTA.bipol.co – Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dewi Asmara mengatakan Indonesia memerlukan undang-undang mengenai kanker seperti halnya di negara lain.

“Jumlah pasien kanker cukup banyak di Indonesia. Sekitar 4,8 juta orang Indonesia menderita kanker, sayangnya belum ada aturan mengenai hal itu,” ujar Dewi saat membuka pawai peringatan Hari Kanker Sedunia atau World Cancer Day (WCD) di Jakarta, Minggu (23/2).

Penderita kanker, lanjut dia, tidak hanya dari golongan kaya tetapi golongan masyarakat tidak mampu.

Dewi menambahkan Indonesia sudah memiliki UU Psikotropika maupun UU Kesehatan Jiwa. Namun belum ada mengenai kanker. Padahal di negara tetangga, seperti Filipina sudah mengesahkan UU mengenai kanker yang memiliki dampak pada perbaikan sistem pengobatan kanker.

“Kalau bicara mengenai sumber daya manusia yang unggul, maka pemerintah harus memberikan perhatian pada penderita kanker. Saat ini, penderita kanker masih mengalami kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan untuk pengobatan kanker,” terang dia pada Hari Kanker Sedunia yang diperingati setiap 4 Februari.

Akses layanan kesehatan untuk pasien kanker belum merata dan hanya ada di kota-kota besar di Tanah Air.

Seharusnya, pusat layanan kesehatan pengobatan kanker tersebut ada di setiap bagian Indonesia baik itu barat, tengah dan timur. Dengan pesatnya perkembangan teknologi saat ini, kanker bukan hal yang mustahil lagi untuk disembuhkan.

“Ini perjuangan bersama untuk bisa mewujudkan UU mengenai kanker tersebut,” kata dia.

Selain itu, Dewi juga mendorong agar pemerintah daerah menggalakkan kesadaran dini akan kanker, seperti yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.

Ketua Umum Cancer Information and Support Center (CISC), Aryanthi Baramuli Putri, mengatakan para penyintas kanker
umumnya rawan dilanda stres akibat terlalu sering memikirkan penyakit, biaya pengobatan, atau masalah emosional lainnya. Alhasil, mereka sangat rawan menghadapi masalah psikososial.

“Pengobatan kanker yang mahal dan harus konsisten, harus menjalani kemoterapi, membeli obat, selain itu pejuang kanker juga tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Untuk itu para pejuang kanker membutuhkan dukungan psikososial dari orang-orang sekitar,” kata
Aryanthi.

Presiden Direktur PT Ferron Par Pharmaceuticals, Krestijanto Pandji, mengatakan kanker dapat diobati jika diketahui pada stadium awal. Akan tetapi banyak, pasien kanker yang datang pada saat kondisinya sudah stadium lanjut.

“Kanker dapat dicegah dengan gaya hidup sehat, kalau terpapar kanker maka industri dan pemerintah yang sediakan obat,” kata Krestijanto.

Oleh karena itu, Krestijanto menghimbau bagaimana pemerintah dapat menggunakan obat kanker dalam negeri yang kualitasnya bagus. Perusahaan farmasi di Indonesia sudah bisa menghasilkan obat untuk kanker.

“Sekitar 80 persen obat kanker sudah diproduksi di Indonesia,” kata Krestijanto.

Berdasarkan data Globocan tahun 2018 menunjukkan kejadian penyakit kanker di Indonesia sebanyak 136,2 per 100.000 penduduk.

Angka itu menempatkan Indonesia di urutan kedelapan dengan kasus terbanyak di Asia Tenggara, dan peringkat ke-23 se-Asia.  Angka kejadian tertinggi pada laki-laki adalah kanker paru sebesar 19,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk. Disusul kanker hati dengan kejadian sebesar 12,4 per 100.000 penduduk, dan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk.

Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, prevalensi tumor/kanker di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan dari 1,4 per 1.000 penduduk pada 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk pada 2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah di provinsi DI Yogyakarta 4,86 per 1.000 penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 per 1.000 penduduk dan Gorontalo 2,44 per 1.000 penduduk.     (net)

Editor      Deden .GP

Berita Terkait

Tradisi Memitu Indramayu Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda
Bersama Syikhuna Pajada, Ribuan Jamaah Do’akan Kang DS Jadi Bupati Bandung Periode Kedua
Implementasi Kepahlawanan: Runtuhkan Kultur dan Struktur Kemiskinan dan Kebodohan
Hati-hati Jika Ada Missed Call yang tidak Dikenal, Jangan Telepon Balik!
Memperburuk Krisis Sampah Beracun, Al Generatif Bisa Hasilkan 5 Juta Ton Limbah Elekronik
Menguak Keanekaragaman Hayati Langka di Sumedang
Zuckerberg Ungkap 2030 Dunia Berubah Total, Kacamata Pintar Diprediksi Gantikan Fungsi HP
Sierra Oktriasa dan Alden Hugo jadi Mojang Jajaka Pinilih Kota Cimahi 2024

Berita Terkait

Kamis, 28 November 2024 - 15:03 WIB

Tradisi Memitu Indramayu Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Sabtu, 16 November 2024 - 17:19 WIB

Bersama Syikhuna Pajada, Ribuan Jamaah Do’akan Kang DS Jadi Bupati Bandung Periode Kedua

Minggu, 10 November 2024 - 17:25 WIB

Implementasi Kepahlawanan: Runtuhkan Kultur dan Struktur Kemiskinan dan Kebodohan

Senin, 4 November 2024 - 09:18 WIB

Hati-hati Jika Ada Missed Call yang tidak Dikenal, Jangan Telepon Balik!

Minggu, 3 November 2024 - 11:43 WIB

Memperburuk Krisis Sampah Beracun, Al Generatif Bisa Hasilkan 5 Juta Ton Limbah Elekronik

Berita Terbaru

BAZNas Sumedang bekerjasama dengan BAZNas RI berhasil membangun kembali rumah milik Adun (73) tidak layak huni di Dusun Tarogong, RT 008 RW 003, Cijeungjing l, Kecamatan Jatigede. Foto: Humas Sumedang.

NEWS

BAZNas Perbaiki Rumah Adun yang tidak Layak Huni

Senin, 2 Des 2024 - 16:08 WIB