BANDUNG, bipol.co — Menjadi penyintas Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) menjadi pengalaman berharga bagi Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana. Proses demi proses penyembuhan dijalaninya secara sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan. Berhasil melewati serangkaian tahap penyembuhan, telah memberinya kesempatan ke dua untuk hidup dengan lebih bermakna.
Ditemui di ruang kerjanya di Balai Kota Bandung, Yana menceritakan kisahnya melawan Covid-19, Jumat (13/4/2020). Saat berbincang, ia mengenakan setelan santai yang membuatnya terlihat nyaman.
Ia tetap melaksanakan protokol kesehatan dengan memakai masker dan sarung tangan. Ia bahkan tidak bersalaman, hanya menyapa dengan hangat seperti biasanya.
“Saya sangat bersyukur, Allah masih sayang sama saya. Ketika pertama kali divonis Covid-19, jujur saya terpukul, yang saya ingat adalah kematian,” ungkapnya mengawali ceritanya.
Yana positif mengidap Covid-19 diduga setelah menghadiri acara Musyawarah Daerah (Musda) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Jawa Barat di Karawang pada 8 Maret 2020. Salah seorang tamu undangan yang hadir di acara tersebut dan sama-sama dinyatakan positif Covid-19, tidak tertolong. Hal itu semakin membuatnya pasrah.
“Selama di rumah sakit, saya diinfus di ruangan berukuran tiga kali tiga meter. Saya tidak tahu dunia luar, makan bubur, bertahan hidup. Saya makan apa pun yang dikasih. Berupaya tetap makan, berupaya tetap minum, obat mah ada yang suntik ada yang oral, pokoknya SOP dari dokter saya jalani, nggak ada yang nggak,” bebernya.
Berbekal keyakinan untuk sembuh, Yana terus menjalani pengobatan di rumah sakit selama 11 hari, setelah sebelumnya menjalani isolasi mandiri selama 4 hari. Ia sama sekali tidak bisa menerima kunjungan dari siapa pun, bahkan dari keluarganya. Selama ini, interaksinya dengan keluarga hanya lewat telepon.
“Karena keyakinan saya ini muslim, saya yakin semua penyakit pasti ada obatnya. Semua semata-mata karena izin Allah, saya bersyukur hari ini bisa sehat dan sudah dinyatakan negatif,” ucapnya.
Dorongan doa dan dukungan dari keluarga serta orang-orang terdekat pun semakin menumbukan semangatnya. Ia mengaku menerima pesan singkat dari seseorang yang menyemangatinya bahwa ia harus tetap hidup untuk keluarga dan masyarakat Bandung yang mendoakannya.
“Pasti keluarga, anak, istri, saya juga cukup banyak dorongan doa, banyak WA (WhatsApp) juga dari masyarakat ke saya. Katanya ‘Kang amanah akang belum selesai membangun Bandung’. Itu jadi spirit buat saya, untuk istri anak keluarga, dan saya punya utang pengabdian untuk masyarakat,” ucapnya.
Semangat yang sama ingin ia sampaikan kepada para pasien yang saat ini sedang berjuang untuk melawan Covid-19. Menurutnya, kuncinya terletak pada pikiran yang positif dan kedisiplinan untuk mengikuti seluruh anjuran dari dokter.
“Masyarakat yang mungkin hari ini masih dirawat, berdoa mah pasti. Motivasi iya dan punya keyakinan tadi bahwa insha Allah setiap penyakit ada obatnya. Spirit for life-nya harus ada. Mudah-mudahan dengan begitu imun kita positif. Kalau pikiran kita positif, imun kita naik. Semua ini pasti seizin Allah. Apa pun yang terjadi itu berarti takdir,” bebernya.
Oleh karenanya, Yana selalu mengimbau kepada masyarakat untuk terus menahan diri tinggal di rumah. Keluar rumah hanya untuk situasi darurat serta menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan oleh para tenaga medis.
“Yang masih sehat, benar-benar diam di rumah, karena virus ini kayak MLM (Multi-Level Marketing). Cukup banyak orang yang dia tidak bergejala, merasa sehat karena daya tahan tubuhnya baik, padahal dia positif. Akhirnya dia jadi tidak steril, dia menularkan kepada siapa pun tanpa dia sadari. Dia tularkan ke keluarganya, ke orangtuanya, ke temannya, bahkan ke orang yang mungkin nggak dikenal,” tutur ayah dua anak itu.
Itulah mengapa, lanjutnya, isolasi 14 hari itu penting untuk memutus rantai penularan. Waktu 14 hari itu merupakan masa inkubasi virus.
“Kalau dia (virus corona) diam di orang yang sehat, imunnya kuat, di hari keempat belas itu dia mati. Itu yang saya baca. Maka kita harus sabar, jangan sampai di hari ke tiga belas kalau keluar berarti nambah lagi 14 hari, jadi 27 hari, begitu,” katanya.
“Tangan itu harus bersih. Pada saat kita keluar, jangan sekalipun kita menyentuh area muka, karena virus itu masuk lewat mata, hidung, dan mulut. Jadi jangan pernah (menyentuh wajah). Kalau setelah pulang, semua yang kita pakai dicuci, syukur-syukur kita bisa mandi, ganti baju semua. Kita juga harus berpola hidup sehat karena dengan sistem imun kita sendiri, kita bisa mengalahkan virusnya. Karena belum ada obatnya,” imbuhnya.
Ia berharap tidak ada lagi korban-korban virus ini berikutnya. Jangan sampai warga merasakan kepahitan karena Covid-19.
“Mungkin cukup saya yang merasakan sakit beratnya perjuangan melawan Covid-19 ini, warga Kota Bandung jangan ada lagi. Makanya diam di rumah untuk jangan sampai tertular bahkan menularkan ke orang lain,” katanya.* humas.bandung.go.id
Editor: Hariyawan