SOREANG BIPOL.CO — Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI nomor 2 tahun 2022, tentang
Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
” Permenaker itu merugikan pekerja, terutama kaum buruh, karena mereka akan menerima haknya saat usia 56 tahun,” jelas Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Maulana Fahmi dalam voice notenya yang diterima kemarin.
“Kebijakan ini semakin melengkapi kebijakan yang tidak pro pada pekerja, setelah sebelumnya kita tahu MK memutuskan UU Cipta Kerja yang inkonstitusional,” imbuhnya.
Fahmi meminta, agar pemerintah mereview atau membatalkan Permenaker 2, diganti dengan kebijakan yang membela kepentingan pekerja.
Diakhir tahun ujarnya, tidak ada kenaikan yang signifikan untuk upah minimum kabupaten/kota ( UMK), sekarang dana JHT bisa cair 100 persen di usia 56 tahun.
Hal itu, tandas legislator PKS ini, semakin melengkapi kerugian yang dialami pekerja di indonesi dan posisinya semakin lemah.
Dia berharap, JHT diberikan saat pekerja itu berhenti, baik karena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau karena mengundurkan diri.””Karena ujarnya, setelah tidak bekerja lagi, secara otomatis ritme keuangan seseorang jadi berubah.
Disaat itulah, membutuhkan dana segar supaya bisa saving, mengatur kembali diri dan keunganngannya.
“Jadi tolong pemerintah harus peka terhadap reaksi dari masyarakat, terutama buruh dan pekerja, gelombang penolakan sudah nampak begitu cepat dan meluas,” ucapnya.
Dalam kontek lokal di Kabupaten Bandung, imbuhnya, kepesertaan BPJS ketenagakerjaan masih rendah.
” Udah mah rendah tingkat ditambah kebijakan – kebijakan yang tidak pro pada pekerja. semakin tidak tertarik mereka menjadi kepesertaan BPJS ketenagakerjaan,” paparnya.
Baca Juga Biaya Survei Mahal, Ini Kata Ketua PDI Perjuangan Kabupaten Bandung
Fahmi menuturkan, menjadi peserta BPJS ketenaga kerjaan memang wajib, tapi kalau nyatanya tidak menguntungkan buat apa.
“Dulu saya pernah diskusi dengan BPJS ketenagakerjaan wilayah Kabupaten Bandung, hitungan kasar, dari potensi jumlah tenaga kerja yang ada di Kab Bandung, baru 10 persen yang mengikuti kepesertaan BPJS temaga kerja,” tuturnya”Fahmi menyayangkan, turunnya kebijakan Permenaker itu justru merugikan, ditambah kondisi saat ini, jadi urgensi dari kebijakan itu apa?
” Saat corona masih ada disekitar kita dengan adanya varian baru, kemudian tingkat ekonomi dan industri belum juga baik belum tumbuh secara signifikan,” katanya.
Dalam kondisi seperti itu, ungkap Fahmi, seharusnya ada kebijakan yang memperingan dunia usaha dan membuat buruh sermakin sejahtera.(Deddy)