POTENSINETWORK.COM — Sejumlah petani penggarap di Kertasari bersama LSM Jaringan Warga Aktif (Jawara) Jawa Barat melakukan audiensi dengan Komisi D DPRD Kabupaten Bandung. Audiensi dilakukan guna merekomendasikan sejumlah persoalan terkait lahan PTPN VIII di wilayah Kabupaten Bandung.
Protes juga dilakukan petani penggarap di Kertasari, Kabupaten Bandung karena dianggap sebagai penyorobot dan perambah. Seperti disampaikan Enjang, yang meminta agar para petani penggarap di lahan perkebunan PTPN VIII jangan dianggap sebagai penyerobotan atau perambah.
Kalimat menyorobot atau perambah itu, tutur Enjang, sangat menyakitkan masyarakat, sangat kejam dan bisa membangkitkan kemarahan masyarakat.
“Jadi jangan mencari masalah dengan masyarakat,” ujar Enjang salah seorang petani penggarap, saat beraudiensi dengan Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, di Soreang, Jumat (15/7/2022).
Enjang juga menilai, kalau HGU (hak guna usaha) itu bukan tanah konservasi. Makanya jangan ada lagi kata penyerobot atau perambah. Sementara PMDK yang dicanangkan PTPN VIII, tutur dia, sudah disalahgunakan bukan diberdayakan, tapi disewakan kepada orang-orang kaya.
“Puluhan hektar tanah yang digarap dan diolah masyarakat selama puluhan tahun, dan PTPN menyatakan kalau pemerintah bisa memberikan rumah,” ujarnya.
Dia menuding, apa yang dilakukan oknum-oknum pegawai PTPN yang sengaja membabat pepohonan dan menyewakannya pada orang-orang kaya dan bukan masyarakat Kabupaten Bandung.
Enjang mengaku punya bukti-bukti seperti kwitansi pungutan sewa yang dilakukan oknum pegawai PTPN, dengan harga perhektar Rp15 juta. “Malah sekarang naik dari Cikembang ke Lodaya. Tapi kami tegaskan itu yang melakukan bukan masyarakat Kertasari,” katanya.
Menanggapi hal itu, pihak PTPN VIII yang diwakili Dedi, menyampaikan terima kasih atas data-data yang dipaparkan tadi. Dedi meminta, apabila masyarakat melihat atau mengetahui oknum-oknum tersebut untuk segera melaporkannya.
“Kami akan menindaknya dengan tegas sesuai dengan ketentuan karena jelas perbuatannya itu sangat merugikan semua pihak dan dilakukan untuk kepentingan pribadinya,” kata Dedi.
Dalam kesempatan itu, Dedi menyampaikan program Penangan Okupasi PTPN VIII untuk Pemberdayaan Masyarakat Desa Kebun (PMDK). Antara lain:
1. Dalam rangka memelihara potensi lahan perkebunan yang belum optimal dan menjaga kelestarian lingkungan serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program kemitraan sesuai Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 71 Tahun 2020 Tentang Fasilitasi Kemitraan Dalam Lahan Perkebunan Besar.
2. Melaksanakan fungsi tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan (Value added) dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di sekitar perkebunan.
3. Melakukan percepatan penyelesaian atas permasalahan aset tetap PTPN VIII yang telah diduduki/dikuasai oleh masyarakat tanpa seizin PTPN VIII (OKUPASI).
Dalam kesempatan sama, Dede Juhari dari Walhi, mengatakan, kalau masyarakat Kertasari mengolah lahan itu sudah sejak lama sebelum PTPN dibentuk. Jadi masyarakat tidak bisa disalahkan.
“Sebab tanah itu milik negara, pastinya itu tanah punya Alloh. Tidak ada hak bagi PTPN melakukan percepatan penyelesaian asset yang menuduh masyarakat sudah menduduki atau menguasai tanah tanpa seizin PTPN VIII,” ucap Dede.
Dia menambahakan, dari tanah yang diolah masyarakat dari dulu itu sudah banyak yang dihasilkan. Bahkan masyarakat sudah bisa menunaikan ibadah haji, menjadi sarjana, dan menjadi generasi muda yang berpotensi yang siap membangun daerahnya. Maka gunakan bahasa yang lebih persuasif jangan asal menuduh.
Sementara Ketua Jawara, Asep Juarsa, menerangkan, audensi ini berupa rekomendasi dalam rangka menyelamatkan Aset Negara dan saham pemerintah dalam pengelolaan usaha perkebunan PTPN VIII di kawasan Kabupaten Bandung.
Dia menyampaikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Sejalan dengan amanat undang-undang no 39 tahun 2014 tentang perkebunan dan sesuai dengan kewenanganya, kami minta agar pemerintah daerah melakukan Evaluasi terhadap pengelolaan lahan perkebunan yang dilakukan oleh pihak manajemen perkebunan Sedep Kecamatan kertasari
2. Melakukan evaluasi tentang ijin usaha dan hak usaha lahan perkebunan PTPN VIII yang berusaha di wilayah kabupaten Bandung, khususnya lahan perkebunan Sedep.
3. Meminta pihak pemerintah daerah kabupaten Bandung, untuk mendorong penyidik sipil agar melakukan langkah-langkah guna penegakan hukum atas tata kelola lahan perkebunan yang berada di bawah naungan manajemen perkebunan Sedep.
4. Sesuai kewenangannya kami minta agar pemerintah daerah kabupaten Bandung bertindak tegas untuk melakukan administrasi sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang no 39 tahun 2014 tentang perkebunan, hal tersebut perlu dilakukan apabila pelaku sanksi usaha perkebunan nyata-nyata terbukti melakukan tata kelola usaha tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
5. Seiring dengan peraturan dan perundang-undangan kami minta agar tata kelola perkebunan kedepan harus terintegrasi dengan rencana kerja pemerintah dan pemerintah daerah.
Asep mengharapkan, rekomendasi yang disampaikan itu dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
“Persoalan ini akan kami tindak lanjut dengan pihak pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat. Kemudian akan didiskusikan dengan pemerintah pusat, guna mendorong semua pihak untuk proaktip melakukan langkah konkrit dalam menyelamatkan asset Negara dan saham pemerintah, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup yang dapat mengamcam keselamatan orang banyak,” ujarnya.
Menanggapi permasalahan itu, Wakil Ketua Komisi B, H. Osin Permana, yang didampingi H. Tete Kuswara, dan Dadan Konjala, berharap lahan yang sudah ditebang bisa “hejo deui sangkan masyarakat bisa ngejo” (hijau kembali supaya masyarakat bisa makan). Untuk menciptakan hal itu perlu adanya sinergisitas antar pihak.
Osin mengimbau agar Camat Kertasari, untuk memaksimalkan tugas pokok dan fungsinya guna menghindari terjadinya kesalahpahaman. “Intinya kejadian ini bisa dibuat sebagai pembelajaran bagi semua pihak. Jika memang mendapati suatu kejanggalan atau perbuatan yang merugikan bisa memediasinya atau koordinasi terlebih dahulu,” papar Osin.(deddy)