BIPOL.CO, BANDUNG — Pemerintah Kabupaten Bandung dikabarkan mulai 1 Januari 2023 telah menghentikan pelayanan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) bagi masyarakat. Atas dihentikannya pelayanan SKTM ini sangat disayangkan Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung Maulana Fahmi.
“Ini mungkin kebijakan sepihak Pemerintah Daerah dan merugikan masyarakat terutama masyarakat miskin,” kata Maulana Fahmi, saat ditemui di Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Soreang, Rabu (11/1/2023).
Menurut Fahmi (sapaan akrabnya). atas dihentikannya pelayanan SKTM tersebut, banyak masyarakat yang mempertanyakan kepada dirinya, karena mereka tidak bisa lagi membuat SKTM untuk keperluan pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan di RSUD, terutama bagi masyarakat yang tidak mampu yang belum memiliki BPJS.
Banyak keluhan yang disampaikan masyarakat, kata Fahmi, ketika mereka memerlukan pelayanan kesehatan di RSUD dan banyak juga informasi di lapangan, masyarakat yang akan menggunakan fasilitas kesehatan atau pelayanan kesehatan itu tidak bisa lagi membuat SKTM, khususnya bagi mereka yang tidak mampu.
“Itu kan proses pengajuannya dari RT- RW sampai Desa, ketika di desa–karena memang sudah dihentikan dengan dinonaktifkan SKTM ini– jadi masyarakat yang tidak mampu yang tidak punya BPJS baik yang mandiri maupun yang dari pemerintah itu mereka mentok, nggak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dan ini yang terjadi saat ini dan itu mulai diberlakukan 1 Januari 2023 sampai sekarang 11 Januari 2923,” ungkap Fahmi.
Atas dihentikannya pelayanan SKTM tersebut, tutur Fahmi, ada reaksi di masyarakat yang sangat masiv di berbagai desa, yang keluhannya sama mereka tidak bisa mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.
“Karena desakan aspirasi dari masyarakat kami Komisi D kemarin tanggal 9 Januari mencoba mengklarifikasi kepada Dinas Kesehatan, kemudian juga BPJS Soreang dan tiga Rumah Sakit serta Dinsos. Setelah kami mencermati dari hasil pertemuan itu, kami melakukan pendalaman, intinya pertama kami mendesak Pemerihtah Kabupaten Bandung melalui Dinas Kesehatan tetap membuka ruang SKTM, karena tidak semua masyarakat terutama miskin yang tercover kesehatannya oleh BPJS,” kata legislator dari Fraksi PKS ini.
Dihentikannya pelayanan SKTM ini, menurut Fahami, akibat dampak dari UHC (capai cakupan kesehatan semesta atau Universal health Coverage) yang diklaim Pemkab Bandung bahwa 96 persen masyarakat Kabupaten Bandung sudah terdaftar BPJS.
“Memang di satu sisi Pemerintah Kabupaten Bandung dua bulan yang lalu ada deklarasi telah mendapatkan UHC dimana 96% penduduk Kabupaten Bandung katanya itu sudah tercover oleh BPJS dan Pemda, ya tapi faktanya masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan fasilitas kesehatan terutama yang mereka masyarakat miskin,” ucap Fahmi.
Kaitan itu, kata Fahmi, Komisi D mendesak Pemkab Bandung, bahwa SKTM itu dibuka kembali karena masih banyak masyarakat yang membutuhkan SKTM untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan.
“Jadi dari hasil pertemuan itu sampai kemarin tanggal 9 kami dapatkan klarifikasi dari pemerintah, itu memang tidak ada batas waktu sampai kapan penghentian SKTM, tidak ada sampai tanggal sekian, ya tapi kami desak dalam pertemuan kemarin itu bahwa SKTM ini masih dibutuhkan baik untuk fasilitas pendidikan atau terutama keseharan bagi masyarakat tidak mapu yang belum masuk BPJS,” katanya.
Karena, tutur Fahmi, dari data Dinas Sosial, dalam satu tahun itu masyarakat yang menggunakan SKTM di Kabupaten Bandung mencapai 5000 orang. “Artinya kalau kita hitung kasar kurang lebih 15-20 orang masyarakat yang kurang mampu mengajukan SKTM, apalagi ekonomi belum membaik dan banyak faktor, kalau itu dihentikan artinya luar biasa kerugian yang dialami terutama masyarakat miskin,” paparnya.
“Ya yang jelas masyarakat bereaksi, banyak mempertanyakan kepada kami sebagai anggota dewan, mereka yang berkomunikasi. “Mang dewan kok ini tidak bisa? Ya memang mungkin ini kebijakan sepihak pemerintah, masyarakat juga bereaksinya kaget mereka mendesak melalui kami di dewan agar SKTM itu masih bisa dipakai,” sambungnya.
Fahmi sendiri mengapresiasi kinerja Bupati yang telah menggenjot kepesertaan BPJS, tetapi di sisi lain mohon dicermati juga dan dengan adanya UHC yang 96% itu sama dengan konsekuensinya adalah beban APBD yang semakin naik.(deddy)