BIPOL.CO, BANDUNG – Jika mendengar kata koperasi, masih banyak orang yang memandang sebelah mata. Kesannya terlalu kolot, tidak kekinian, dan birokrasinya panjang. Namun, ternyata koperasi justru bisa menjadi salah satu solusi menstabilkan perekonomian.
Hal tersebut disampaikan Pengawas Koperasi Ahli Muda Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskop UKM) Kota Bandung, Erna Abdillah.
“Salah satu contoh koperasi berhasil di Kota Bandung yang anggotanya mencapai 18.000 orang berasal dari masyarakat yakni Koperasi Rukun Ikhtiar,” ungkap Erna.
Kantor Koperasi Rukun Ikhtiar berada di Jalan Otista. Sudah berdiri sejak tahun 1930.
“Prinsip koperasinya masih dijaga, anggotanya juga benar-benar punya rasa memiliki. Sehingga mereka bayar tepat waktu. Perekonomian anggotanya juga bisa dibilang stabil dan makmur,” ujarnya.
Selain itu, ia menyebutkan koperasi terbesar dengan jumlah aset terbanyak adalah Koperasi Karyawan PT. Biofarma. Asetnya bahkan mencapai Rp250 miliar.
“Padahal modalnya hanya dari anggota aktif saja, tidak ada pinjaman dari manapun,” akunya.
Di Kota Bandung terdapat sekitar 718 koperasi yang aktif. Namun yang terdaftar sebenarnya mencapai 2.442 koperasi.
Meski peran koperasi dinilai masih kecil terhadap pendapatan daerah, tapi peran koperasi pascapandemi, sangat membantu para anggotanya.
“Pascapandemi hampir dari setengahnya sudah naik lagi omzetnya. Walaupun pengaruhnya masih kecil terhadap pendapatan daerah. Bahkan, aset koperasi se-Kota Bandung itu mencapai Rp2 triliun,” jelasnya.
Ia menjelaskan, koperasi awalnya pertama kali didirikan di Rochdale. Muncul sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap sistem ekonomi pasar yang mementingkan keuntungan pribadi serta keberpihakan pada pemodal.
“Koperasi di luar negeri itu berkembang sekali dan keren-keren. Misalnya di Barcelona, club Barca itu dikelola oleh koperasi. Anggotanya ya para fans dari Barca itu sendiri,” paparnya.
Ia berharap, pada 12 Juli mendatang, tepat diperingati Hari Koperasi Nasional, semoga koperasi di Kota Bandung bisa sesukses luar negeri.
Namun, ia menekankan agar masyarakat tidak langsung terlena untuk bergabung dengan koperasi. Untuk menjadi anggota koperasi itu tidak boleh terpaksa. Harus secara sukarela dan terbuka.
Ia mengimbau, sebelum menjadi anggota koperasi, cek dulu nomor badan hukumnya, alamat kantornya, pengurusnya, dan apa usahanya.
“Karena banyak oknum yang memanfaatkan koperasi untuk dibuat menjadi usaha pribadi demi keuntungan sendiri,” terangnya.
Oleh karena itu, para calon anggota bisa mengecek langsung nomor induk koperasi di nik.depkop.go.id untuk validasi sebelum bergabung. Sehingga, ketika ada yang menawarkan produk bagi hasil keuntungan di atas 1-2 persen per bulan, harus dicurigai dan hati-hati.
“Kita harus sangat-sangat selektif. Bunga deposito saja cuma 3 persen. Kalau di atas 2 apalagi 3 persen per bulan, tinggalkan saja. Itu sudah terindikasi sebagai penipuan,” imbaunya.
Selain itu, Erna mengakui jika belum banyak koperasi yang anggotanya berasal dari kaula muda. Kebanyakannya berisikan generasi tua.
“Kolotnial lah istilahnya. Di Kota Bandung itu banyaknya yang mengelola koperasi berusia di atas 50 tahun,” tuturnya.
Menurutnya, bisa jadi dari kaca mata anak muda zaman sekarang koperasi itu tidak kekinian dan ketinggalan zaman.
“Bangunannya juga seperti mau roboh. Pengurusnya juga sudah aki-aki, nini-nini,” lanjutnya.
Maka dari itu, pihaknya terus melakukan sosialisasi sampai tingkat kelurahan dan sekolah-sekolah. Sebab mengenalkan koperasi harus sejak dini, misalnya melalui permainan, seperti Go Coop untuk mengenalkan koperasi di kalangan siswa SD.
“Memang belum optimal, tapi kita terus berupaya untuk menggencarkan sosialisasi ini ke masyarakat,” ungkapnya.
Sebenarnya sudah ada juga koperasi mahasiswa berasal dari generasi milenial yang peduli terhadap kemajuan koperasi. Namun, secara jumlah memang tidak sebanyak koperasi dewasa yang umum.
Sebab koperasi itu pada dasarnya adalah organisasi dengan skema kerja sama yang didirikan minimal 9 orang. Memiliki kepentingan ekonomi, prinsip usaha, modal, dan untungnya pun bersama-sama.
“Hal yang terpenting dari koperasi itu bagaimana kita menjalankan prinsip secara kekeluargaan,” katanya.
Jika berangkat dari UU nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, ada lima jenis koperasi. Pertama, koperasi konsumen. Biasanya menjual kebutuhan pokok para anggota.
“Kedua, koperasi simpan pinjam. Tapi bukan koperasi pinjam-pinjam. Senang kebanyakan orang itu ingatnya koperasi untuk pinjam uang. Padahal koperasi itu utamanya sebagai tempat menabung,” katanya.
Ketiga, koperasi pemasaran. Jenis koperasi yang memasarkan produk anggotanya.
Lalu keempat, koperasi produsen. Cirinya mereka memproduksi sesuatu.
Terakhir adalah koperasi jasa. Usahanya mengelola segala macam tentang jasa.
“Kebanyakan di Indonesia itu koperasinya jenis koperasi konsumen yang juga digunakan untuk simpan pinjam,” imbuhnya. (Adr)
Editor: Deddy