BIPOL.CO, JAKARTA – Gelombang unjuk rasa mahasiswa masih terus terjadi di Amerika Serikat (AS). Mereka menuntut agar Israel menghentikan serangannya ke Gaza, Palestina, dan menekan Washington agar berhenti menyokong Tel Aviv dalam serangan-serangan itu.
Sejumlah pengunjuk rasa mengambil alih sebuah gedung di Columbia University (CU) di New York pada Selasa (30/4/2024) pagi. Mereka menutup pintu masuk dan mengibarkan bendera Palestina di luar jendela.
Rekaman video menunjukkan para pengunjuk rasa di kampus Columbia di Manhattan bergandengan tangan di depan salah satu gedung legendaris di universitas itu, Hamilton Hall, sambil membawa perabotan serta barikade logam ke gedung tersebut.
Postingan di halaman Instagram penyelenggara protes sesaat setelah tengah malam mendesak masyarakat untuk melindungi perkemahan dan bergabung dengan mereka di Hamilton Hall.
“Sebuah kelompok otonom merebut kembali Hind’s Hall, yang sebelumnya dikenal sebagai ‘Hamilton Hall’, untuk menghormati Hind Rajab, seorang martir yang dibunuh di tangan negara Israel pada usia enam tahun,” tulis akun organisasi pengunjuk rasa, CU Apartheid Divest (CUAD), dikutip Associated Press.
Di postingan X, para pengunjuk rasa mengatakan mereka berencana untuk tetap berada di aula sampai universitas menyetujui tiga tuntutan yakni divestasi, transparansi keuangan, dan amnesti.
Universitas-universitas di seluruh AS sedang bergulat dengan cara membersihkan aksi perkemahan dan unjuk rasa, dengan beberapa negosiasi harus berakhir dengan melibatkan kepolisian.
Lusinan orang ditangkap pada hari Senin selama protes di universitas-universitas di Texas, Utah dan Virginia, sementara Columbia mengatakan beberapa jam sebelum pengambilalihan Hamilton Hall bahwa mereka telah mulai meliburkan mahasiswanya.
Para pengunjuk rasa berdebat mengenai serangan Israel dan meningkatnya jumlah korban tewas akibat serangan Tel Aviv ke Gaza. Di sisi lain, jumlah penangkapan di kampus-kampus di seluruh negeri akibat aksi demonstrasi ini mendekati 1.000 orang.
Kecaman ini memaksa perguruan tinggi untuk memperhitungkan hubungan keuangan mereka dengan Israel, serta dukungan mereka terhadap kebebasan berpendapat. Beberapa mahasiswa Yahudi mengatakan protes tersebut telah berubah menjadi antisemitisme.
Di Universitas Texas di Austin, seorang pengacara mengatakan setidaknya 40 demonstran ditangkap pada hari Senin. Konfrontasi tersebut merupakan peningkatan di kampus yang mempunyai 53.000 mahasiswa di ibu kota negara bagian tersebut, di mana lebih dari 50 pengunjuk rasa juga ditangkap pekan lalu.
Senin malam, puluhan petugas anti huru hara di Universitas Utah berusaha membubarkan perkemahan di luar kantor rektor universitas yang didirikan pada sore hari. Polisi menyeret tangan dan kaki para pelajar, mematahkan tiang-tiang yang menahan tenda dan mengikat mereka yang menolak untuk membubarkan diri.
Atas aksi itu, polisi menangkap 17 demonstran. Universitas Utah mengatakan bahwa berkemah semalaman di properti sekolah merupakan tindakan yang melanggar aturan dan para siswa diberi beberapa peringatan untuk membubarkan diri sebelum polisi dipanggil.
Di Universitas Southern California (USC), penyelenggara perkemahan besar duduk bersama Rektor universitas Carol Folt selama sekitar 90 menit pada hari Senin. Folt menolak untuk membahas rincian dialog tetapi mengatakan dia mendengar kekhawatiran para pengunjuk rasa dan pembicaraan akan dilanjutkan pada hari Selasa.
Di Harvard, pengunjuk rasa mendirikan kamp dengan 14 tenda pada hari Rabu. Ini terjadi setelah unjuk rasa menentang penangguhan Komite Solidaritas Palestina Sarjana Harvard di universitas tersebut.
Akibatnya, Harvard mengunci sebagian besar gerbang di Harvard Yard. Kampus itu juga membatasi akses bagi mereka yang memiliki identitas sekolah.
Gelombang protes ini juga terjadi di kampus lain. Protes juga menyebar ke kampus-kampus seperti MIT, University of Connecticut dan University of Michigan.
Gelombang protes terbaru ini menuntut Israel menghentikan serangannya di Gaza. Ini disebabkan serangan itu sangat mematikan dan merusak, dengan korban jiwa dari masyarakat sipil telah mencapai 40 ribu orang.
Israel sendiri belum bergeming menghentikan serangannya meskipun sudah didemo, diprotes, bahkan diminta oleh pengadilan internasional. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan aksi militernya akan terus dilakukan hingga milisi Hamas, yang menyerang Israel secara besar-besaran pada 7 Oktober lalu, musnah.(*)