SEMARANG.bipol.co – Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) 2019 secara resmi ditutup Kamis (4/7/2019) di Semarang. Pertemuan yang dihadiri 98 wali kota atau perwakilannya itu menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis terkait kebijakan kerjasama antar daerah untuk optimalisasi potensi daerah, termasuk masukan atas kebijakan pemerintah pusat.
Dalam Rakernas bertajuk ‘Penguatan Alokasi Anggaran Pemerintah Daerah untuk Mendukung Profesionalitas Aparatur dan Kemandirian Daerah’ itu, Wali Kota Bogor Bima Arya juga menyampaikan rekomendasi dan saran terkait persoalan penerapan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Dihadapan kepala daerah se-Indonesia, Bima Arya menyebut sistem zonasi PPDB murni adalah seleksi penerimaan siswa baru berdasarkan jarak terdekat dari rumah ke sekolah tanpa mempertimbangkan prestasi siswa.
“Seleksi PPDB seperti ini memiliki banyak kelemahan, terutama di tingkat SMPN dan SMAN diantaranya hanya didasarkan pada jarak terdekat rumah ke sekolah dirasakan oleh masyarakat sangat tidak adil karena sebaran sekolah belum merata di setiap wilayah, mutu pendidikan belum merata di setiap sekolah, daya tampung sekolah negeri belum mampu menampung semua peserta didik. Kesempatan bersekolah di sekolah negeri hanya dimiliki oleh anak yang tinggalnya dekat dengan sekolah,” ungkap Bima di PO Hotel Semarang.
Ia menambahkan, sistem zonasi PPDB yang hanya didasarkan pada jarak terdekat dari rumah ke sekolah sangat mengecewakan siswa yang sudah bekerja keras bertahun-tahun kerena nilai dan prestasi mereka tidak lagi dihargai untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Tentunya ini dapat membuat siswa jadi malas belajar kerena hasil belajarnya tidak berpengaruh dalam PPDB. Ini juga dapat merusak budaya sekolah berprestasi yang dibangun sejak puluhan tahun lalu karena perbedaan kebiasaan dan motivasi belajar siswa di satu sekolah semakin tajam. Pembelajaran di kelas bisa jadi membosankan karena dirasa terlalu cepat oleh sebagian siswa dan terlalu lambat dan membosankan bagi sebagian siswa lainnya,” jelasnya.
Sistem ini, lanjut Bima, dapat memicu terjadinya manipulasi domisili penduduk hal ini disebabkan data kependudukan belum siap sepenuhnya mendukung sistem tersebut. “Dalam jangka panjang sistem zonasi PPDB akan membentuk sekolah-sekolah sesuai dengan latar belakang sosial ekonomi dan budaya lingkungan sekitar sekolah,” kata Bima.
Melalui forum itu, Bima juga menyampaikan sejumlah saran, yakni perlunya evaluasi secara menyeluruh terhadap penerapan zonasi PPDB. “Jika Sistem zonasi seleksi PPDB akan tetap menjadi kebijakan pemerintah maka payung hukum harus lebih kuat minimal di atas Peraturan Menteri. Sistem zonasi juga harus tetap menghargai prestasi dan kerja keras siswa seperti yang dilakukan pada PPDB SMPN di Kota Bogor, penerapannya harus bertahap sejalan dengan rencana pemerataan sekolah dan mutunya, melibatkan langsung Disdukcapil hingga sosialisasi perlu ditingkatkan,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Ketua Pengurus Apeksi Airin Rachmy Diani menyatakan, sektor pendidikan dan kesehatan masih menjadi perhatian para wali kota se-Indonesia. Airin yang juga menjabat sebagai Wali Kota Tangerang Selatan ini menyebut pemerintah kota tidak menolak sistem PPDB Zonasi, namun dengan rekomendasi dari Apeksi setidaknya pemerintah daerah bisa bersiap dengan infrastruktur untuk menjalankannya.
“Tadi dari Bogor menyampaikan, penerimaan SD, SMP kan tidak masalah, yang SMA tanggung jawab dari provinsi dan pusat tapi kadang mengeluhnya ke daerah. Jadi, kita bisa diberikan solusi dan kita siapkan infrastruktur,” ujarnya. (rls)
Editor Deden .GP