JAKARTA,bipol.co – Putri Sulung Presiden RI Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau yang akrab disapa Mbak Tutut, mengaku selalu teringat nasehat ayah tercinta bahwa Gusti Allah ora sare (tidak tidur) dan suatu saat rakyat akan tahu mana yang salah dan benar.
Dari hari ke hari nasehat itu menyadarkan dia dan adik-adiknya bahwa keputusan Pak Harto mengundurkan diri adalah yang terbaik untuk bapak dan keluarga.
“Setelah belajar Alquran, saya akhirnya tahu semua nasehat bapak adalah ajaran Allah SWT. Pak Harto selalu bersandar kepada Allah SWT,” ucap Mbak Tutut dengan haru saat mengukuhkan Gerakan Bakti Cendana di Hotel Desa Wisata, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Rabu (20/3/2019).
Menurutnya, sang ayah tercinta memberikan apa pun untuk bangsa, meski mungkin hanya sebungkus nasi atau uang Rp10 ribu.
“Jika tidak ada sama sekali untuk diberikan, berilah senyum, makanya, bapak (presiden Soeharto – red) selalu tersenyum, dan dikenang dengan julukan smiling general,” kata Mbak Tutut dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi bipol.co, Kamis (21/3/2019).
Nasehat lain Pak Harto kepada anak-anaknya, sambung Mbak Tutut, adalah tidak boleh dendam. Sebab, dendam tidak menyelesaikan masalah, tapi membuat masalah baru.
Dirinya juga bercerita jelang Pak Harto mengambil keputusan berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dengan memanggil seluruh anaknya dan menyampaikan keinginan mengundurkan diri.
“Bagaimana menurut kalian? Masyarakat sudah ramai meminta bapak berhenti. Saya jawab apa pun keputusan bapak kami tetap mendukung bapak berhenti karena sudah tidak dikehendaki rakyat,” ucap Mbak Tutut.
Bahkan momen yang tidak bisa dilupakan Mbak Tutut adalah ketika Pak Harto memintanya mencarikan buku UUD 45. “Saat itu, Pak Harto mengatakan, bapak mau berhenti jadi presiden tapi saya mau memakai kata yang sesuai UUD 45,” katanya.
“Bapak tidak mau mengatakan mengundurkan diri, tapi berhenti dari presiden. Saya katakan kepada bapak, kan berhenti dan mengundurkan diri sama. Bapak mengatakan, tidak. Mengundurkan diri artinya sebagai mandataris rakyat, bapak mundur karena tidak mampu melaksanakan tugas. Berhenti artinya bapak, sebagai mandataris rakyat, disuruh berhenti karena tidak dipercaya lagi. Bukan karena kemauan bapak, tapi karena kehendak masyarakat. Jadi apa yang Pak Harto lakukan, selalu berdasarkan UUD 45. Pak Harto tidak pernah melanggar undang-undang,” ungkap Mba Tutut.
“Malam hari, bapak memanggil kami berenam dan menyampaikan keputusan berhenti, Adik saya mengatakan jangan dulu berhenti, beri kami kesempatan membuktikan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia mencintai bapak,” sambung Mbak Tutut.
Mba Tutut melanjutkan, respon Pak Harto saat itu adalah Sabar. “Kalian tidak boleh dendam. Dendam tidak menyelesaikan masalah, tapi membuat masalah lebih besar. Tidak hanya sekali Pak Harto mengingatkan anak-anaknya untuk tidak dendam, tapi setiap hari,” terang Mbak Tutut.(**).
Editor : Herry Febriyanto