KAB BANDUNG, BIPOL.CO – Pemerintah Kabupaten Bandung kembali menggelontorkan tambahan anggaran untuk bantuan dana bergulir pada tahun anggaran 2023 sebesar Rp 30 miliar.
Anggaran dana bergulir non permanen ini telah disetujui DPRD Kabupaten Bandung pada Rapat Paripurna DPRD mengenai Raperda tentang pinjaman modal non permanen, beberapa waktu lalu.
Namun demikian, dewan sendiri menyatakan akan terus mengawasi program dana bergulir tersebut.
Menurut Ketua DPRD Kabupaten Bandung H Sugianto, apabila hasil evaluasi ternyata ekonomi tidak berkembang, penyaluran tidak memenuhi kriteria Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka dewan menghendaki penyaluran yang Rp 30 miliar itu untuk ditinjau ulang.
“Dimana bulan Februari nanti kalau ini ceroboh dan lebih cenderung menghambur-hamburkan uang negara, ini kita tinjau ulang. Bisa saja Perda itu dilakukan revisi bawa penyaluran sehubungan hasil evaluasi nilainya misalkan merah maka penyaluran ini bisa saja ditarik kembali tidak terjadi penyerahan atau tidak jadi memberikan bantuan,” kata Sugianto, usai paripurna di Gedung Paripurna DPRD Kabupaten Bandung tempo hari.
Sugianto menyarankan, dari pada dana bergulir atau dana hibah tidak efektif membantu pekonomian masyarakat, sebaiknya pemerintah daerah mencari potensi yang lebih. Misalnya penyertaan modal di PDAM yang sudah jelas mendapatkan deviden atau penyertaan modal di BJB.
“Di situ jelas kita dapat deviden, deviden ini membantu pembangunan, penyertaan modal di BPR pun ada deviden, kita ada nilai yang didapatkan dari deviden untuk pembangunan Kabupaten Bandung. Itu lebih jelas, itu kan uangnya tidak kemana-mana, uangnya bergulir, kita dapat keuntungan dari deviden untuk membantu masyarakat yang tidak mampu,” papar Sugianto.
Sugianto juga mengatakan,
dana bergulir non permanen bukan memberikan bantuan cuma-cuma langsung, tapi harus ada ketentuan, ada mekanisme dan hibah juga ada Permendagri yang mengatur.
“Namun sekiranya dana bergulir tidak baik, seperti saya kemarin keliling-keliling, kasus bank emok itu ternyata mereka pinjam itu bukan untuk usaha produktif, tapi konsumtif. Jadi kapan akan tumbuhnya ekonomi masyarakat, kapan masyarakat akan baik ekonominya, karena bukan untuk produktif bagi permodalan,” ucapnya.
Tapi bila masyarakarat minta perlindungan kepada pemda soal banyuan modal, ujarnya, sudah ada solusi, ada dana, ada fasilitas Bank Jabar, ada kredit mesra tanpa bunga, tanpa agunan, siapa pun yang mampu untuk mengembangkan usahanya itu bisa difasilitasi. “Namun kembali kepada mentalitas. Nah ini dampak dari yang namanya bantuan gratis, sikap mental kita itu selalu nunggu datang dari pemerintah, mereka tidak mau berusaha, contoh penerima BLT sekarang,” tutur Sugianto.
Sementara, tambah Sugianto, evaluasi di lapangan bisa disebut hampir 60% masyarakat mentalitasnya menunggu bantuan. “Makanya secara psikologis ini akan kembali kepada masyarakatnya, kalau hanya menunggu bantuan itu tidak mendidik. Saya cenderung melalui fasilitas perbankan pinjaman ringan tanpa bunga, tanpa anggunan, cukup dari dewan kemakmuran mesjid,” demikian Sugianto.
Sugianto menekankan, kepada pihak perbankan agar melakukan analisis usaha yang tepat sasaran.
Ini yang paling penting, kata Sugianto, karena Banggar juga sudah bertemu dengan OJK perwakilan Jawa Barat dimana dalam pemberian atau penyaluran dana bergulir ada ketentuan sistem informasi layanan keuangan yang disebut BI Ceking.
“Maka perlu hati-hati bagi bank penyalur. Hal ini BPR Kerta Raharja dengan Bank Jabar Banten Cabang Soreang harus hati hati didalam penyaluran, saya tekankan harus hati-hati dalam memberikan bantuan, jangan asal memberikan bantuan ketika sekelompok atau pelaku UKM ini terjerat dengan sistem informasi layanan keuangan yang dulu disebut BICeking, karena ketentuan keuangan ini tegas, tidak ada toleransi urusan OJK ini. Nah ini harus hati-hati bagi bank bank penyalur jangan asal menyalurkan, ada proposal, ada permohonan, ini ga boleh, harus diverifikasi dulu, ada proposalnya seperti apa, termasuk juga analisa usaha seperti apa, karena dalam tiga tahun kemudian dana itu harus kembali, ke pemda” katanya.
Menurut Sugianto, pada 1 Desember 2025 dana bergulir non permanen ini harus utuh kembali kepada Pemda dan yang tahun 2022 itu belum dievaluasi.
Sugianto mengatakan setuju untuk menekankan evaluasi terhadap penyaluran dana bergulir.
Sugianto mengatakan, dalam penyaluran dana bergulir saat ini di BPR sudah menyalurkan 101%, sementara BJB baru menyalurkan sekitar 8,9 atau kurang lebih 9% maka harus dianalisa.
“Sebetulnya lembaga perbankan mana yang hakekatnya menyelamatkan keuangan negara, apakah BPR atau BJB, dalam penyaluran dana bergulir ada ketentuan tadi untuk penyerapan, begitu tinggi untuk menyelamatkan ekonomi atau belum tentu bisa memutarkan uang tersebut, ini yang harus kita pelajari,” katanya.
Kaitan ini, badan anggaran sudah melangkah lebih awal memberikan satu komparasi. “Dulu kita di tahun 2010 itu ada semacam dana yang disimpan di BPR, ada di BRI, saat itu kurang lebih nilainya Rp 10 miliar sampai hari ini hasilnya zong, makanya pemerintah daerah harus hati-hati dalam penyaluran dana bergulir, saya katakan harus melakukan evaluasi terkait, termasuk pemerintah harus melakukan evaluasi karena kita sudah punya studi banding tahun 2010 amblas sampai hari ini dan itu sepatutnya jadi piutang,” katanya.
Suguabto menuturkan, bila di bulan Februari hasil evaluasi ternyata BPR juga tidak menyelamatkan yang Rp 20 miliar, dan BJB barub erserap 8,5 persen, dewan sudah memberikan warning kepada tiap OPD.
Sebelumnya, Bupati Bandung HM Dadang Supriatna, menyampaikan, pada tahun 2023, Pemkab Bandung akan menambah bentuk pinjaman modal bergulir tanpa bunga tanpa jaminan sebesar Rp 30 miliar. Sebelumnya tahun 2022 Pemkab Bandung telah mengucu4kan anggaran dana bergulir ini sebesar Rp 40 miliar yang disalurkan melalui Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Soreang dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kerta Raharja.
Menurut Dadang Supriatna, untuk penambahan modal bergulir sebesar Rp 30 miliar itu, sudah disepakati di Raperda tentang pinjaman modal non permanen yang disalurkan melalui bank BJB dan BPR Kerta Raharja.
Diharapkan, papar Dadang Supriatna, bantuan dana bergulir ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat yang berdampak terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB Kabupaten Bandung.
“Kita juga sudah melihat bahwa hari ini kita sudah launching UHC (angka cakupan semesta jaminan kesehatan atau Universal Health Coverage (UHC) kita di angka 96,41persen, ini peningkatan yang sangat signifikan dan sebelumnya jarang Kabupaten Bandung tembus di angka 95 persen, kita hari ini sudah mencapai 96,41%,” tuturnya.
Kemudian, lanjut Dadang Supriatna, dengan percepatan pertumbuhan ekonomi akan sangat berpengaruh terhadap angka pengangguran, yang mana angka pengangguran tahun ini berdasarkan data BPS sudah mencapai 6,69%, yang sebelumnya tahun 2021 di angka 8,3%. “Sehingga ada dampak positif. Mudah-mudahan dengan ditambahnya dana bergulir Rp 30 miliar, akan berdampak mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan masyarakat Kabupaten Bandung akan sejahtera,” ucap Dadang Supriatna.
Kaitan evaluasi pinjaman dana bergulir tahun lalu, menurut Kang DS, evaluasi sudah dilakukan. Dan penyerapan yang sangat signifikan itu di BPR mencapai 100%.
“Sementara penyerapan dana bergulir di Bank BJB sudah kita evaluasi menyeluruh dan tentunya ada kesepakatan yang mana di akhir bulan Maret itu minimal 50% modal yang sudah dititipkan sudah terserap dan ini ada perubahan, sehingga di situ kalau misalnya tidak terserap tinggi ada sanksi dari addendum PKS (perjanjian kerja sama) kalau tidak terserap ada sangksi, ini tadi sudah kita bahas dan koordinasi, konsultasi. Sanksinya akan ditarik;” kata Dadang Suprjatana.(deddy)