JAKARTA.bipol.co – Dari total 8.300.297 tenaga kerja konstruksi di Indonesia pada 2018, baru 616.081 atau 7,42% yang telah tersertifikasi. Demikian disampaikan Sekretaris Ditjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dewi Chomistriana.
“Ini salah satu tantangan kita, jumlah tenaga kerja tersertifikasi terbatas. Baru sekitar 616 ribu. Padahal PUPR saja butuh 1 juta tenaga setiap tahun. Sedangkan infrastruktur konstruksi tidak hanya PUPR saja, juga ada di Kementerian Perhubungan dan lainnya,” ujarnya di kantornya, Kamis (21/2/2019). Dari jumlah itu, penerima sertifikat juga didominasi oleh tenaga terampil sebanyak 68%. Sedangkan untuk tenaga ahli tersertifikasi baru berkisar 32%.
Dari data itu, dia menilai klasifikasi tenaga kerja masih didominasi oleh klasifikasi yang belum mendukung upaya menyongsong revolusi industri 4.0. Karenanya, kompetensi tenaga kerja nasional perlu ditingkatkan agar mampu berdaya saing. “Kami juga butuh keterlibatan asosiasi badan usaha. Dari sisi peralatan, kita masih punya tantangan registrasi dan integrasi data alat-alat berat yang ada di seluruh tanah air,” urainya.
Sejauh ini, peralatan yang anggun sudah diregistrasi baru mencapai 30%. “Untuk alat berat kesulitannya tidak ada BPKB, beda dengan motor. Jadi harus berkoordinasi dengan seluruh vendor terkait,” tandasnya. Ke depan, Kementerian PUPR juga sedang merancang sistem manajemen aset peralatan lebih baik. Khusus untuk material Kementerian PUPR juga sedang menginisiasi sistem informasi material konstruksi. “Ini agar kita bisa tahu mana saja yang over suplai,” pungkasnya. (dgp)