JAKARTA,bipol.co – Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah menilai angka kemiskinan di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memang berhasil diturunkan hingga angka satu digit atau di bawah 10 persen, namun ada sejumlah catatan yang perlu menjadi perhatian.
“Meskipun pencapaian angka kemiskinan single digit, ada beberapa catatan. Pertama adalah masih ada sekitar 69 juta orang yang rentan miskin,” ujar Rusli di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Penduduk rentan miskin adalah penduduk yang berada di atas garis kemiskinan sebesar 1,5 kali garis kemiskinan. Jadi apabila garis kemiskinan Rp400.000, maka penduduk rentan miskin berada pada pengeluaran Rp600.000. Penduduk rentan miskin ini bisa jatuh miskin apabila terdapat gejolak ekonomi.
“Guncangan terhadap perekonomian akan menyeret mereka ke jurang kemiskinan. Guncangan tersebut bisa seperti kenaikan harga,” katanya.
Catatan berikutnya, lanjut Rusli, ketika kemiskinan memasuki angka satu digit, maka kebijakan penurunan angka kemiskinan memasuki fase tantangan the last mile problem yang memerlukan kebijakan penanggulangan yang ekstra, dibandingkan ketika mengurangi angka kemiskian di angka dua digit.
“Pada angka single digit, terdapat kelompok penduduk yang masuk kategori kemiskinan kronis. Kemiskinan kronis di antaranya terdapat penduduk dengan latar belakang pendidikan rendah atau SD, difabel, dan sakit-sakitan,” ujar Rusli.
Catatan ketiga yaitu angka kemiskinan di desa yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemiskinan kota. Indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan desa 2.32, juga lebih tinggi dibandingkan di kota 1.08. Artinya, jarak ke garis kemiskinan penduduk desa lebih lebar dibandingkan dengan penduduk kota.
“Bisa dikatakan, pengurangan kemiskinan di kota relatif lebih mudah dibandingkan dengan di desa, karena jarak pengeluaran penduduk miskin kota ke garis kemiskinan relatif lebih dekat dibandingkan dengan penduduk miskin di kota,” kata Rusli.
Oleh karena itu, ia menilai pemerintah harus menjaga harga-harga, terutama beras yang menyumbang 19 persen terhadap garis kemiskinan di kota dan 25 persen garis kemiskinan di desa.
Kemudian kebijakan transfer tunai perlu dibarengi dengan peningkatan keterampilan (skill upscale) penduduk miskin, terutama untuk penduduk miskin kronis.
Pemerintah juga dinilai perlu melakukan ekstensifikasi kebijakan dana desa agar lebih bisa mendorong pengentasan kemiskinan di desa. Salah satunya adalah dengan menghubungkan dengan program-program kemiskinan nasional, provinsi, dan kabupaten.
“Kebijakan dana desa sebaiknya dijalankan sendiri tanpa melihat kebijakan dari kementerian atau lembaga lain. Hal ini mengingat indeks kedalaman kemiskinan di desa lebih tinggi dibandingkan di kota,” ujar Rusli.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin pada September 2018 terus turun menjadi 9,66 persen dibandingkan Maret 2018 yang mencapai 9,82 persen. Ada penurunan kemiskinan sebesar 0,16 persen dibandingkan Maret 2018 dan 0,46 persen dibandingkan September 2017.
Secara jumlah, penduduk miskin pada September 2018 mencapai 25,67 juta orang, menurun 0,28 juta orang terhadap Maret 2018 dan menurun 0,91 juta orang terhadap September 2017.[ant]