JAKARTA, bipol.co – Mantan Anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyebutkan, sengketa hasil Pemilu hanya bisa dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Ada sengketa itu prosesnya di MK. Jadi ruang itu di MK saja. Kalau memang ada perubahan DA1 tanpa putusan MK tidak berlaku,” kata Ferry, di Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Seperti diketahui ada tiga dapil yang bermasalah dengan formulir DA1 yakni Jatim XI, Jateng V dan Kalbar. Di tiga dapil ini, para caleg dan partai politik tidak mempermasalahkan sengketa ke MK, tetapi KPU mengubah formulir DA1 dengan basis keputusan Bawaslu.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil pemilu presiden dan pileg melalui SK No 987, maka tidak ada ruang bagi caleg maupun partai politik untuk mempersoalkan hasil selain ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ketika KPU ketuk palu. Maka mekanisme koreksi ada di MK. Jadi, kalau ada perselisihan hasil, salah hitung, kecurangan, manipulasi itu memang di MK. Tidak ada pintu lain,” kata Titi.
Perubahan angka di dalam berita acara di formulir DA1, tetapi SK KPU No 987 tidak berubah, maka tidak terjadi apa-apa dan tidak mengubah hasilnya.
“Jadi, jangan dianggap perubahan DA1 itu bisa mengubah hasil. Hasil final itu yang ada di dalam SK KPU 987 itu. Tidak ada urusannya dengan DA1,” tuturnya.
Titi menerangkan, untu mengubah SK KPU No 987, tidak bisa hanya berbasis pada DA1 saja, maka perlu merubah formulir DB, DC baru formulir DD.
“Walaupun ada perubahan angka di DA1, tidak mengubah hasil KPU. Hasil itu di SK KPU, bukan di DA1. Mengubah SK KPU No 987 itu tidak bisa hanya berbasis DA1,” kata Titi.
Oleh karena itu, bila ada caleg yang mempermasalahkan hasil karena hanya berbasis DA1 akan sia-sia karena caleg terpilih tetap berpatokan pada SK KPU No 987 bukan pada DA1.
“Sepanjang SK KPU No 987 itu tidak berubah maka penetapan caleg terpilih berdasarkan SK tersebut. Kecuali MK memutuskan lain,” katanya. (ant)**
Editor: Ude D Gunadi