JAKARTA, bipol.co – Wakil Ketua Komisi X DPR, Reni Marlinawati, menolak wacana mengundang rektor dari luar negeri untuk memimpin perguruan tinggi (PTN). Menristekdikti Mohamad Nasir tidak mempersalahkan, karena Ketua Komisi X menyetujui wacana tersebut.
“Wong ketuanya saja setuju, Ketua Komisi X setuju. Ya, itu perlu dijelaskan (ke Komisi X) kalau ada permintaan. Kalau tidak ada permintaan, saya anggap mereka sudah paham,” kata M. Nasir saat dihubungi wartawan, kemarin.
Nasir menyebut wacana rekrutmen rektor asing tidak bertabrakan dengan undang-undan, ebab aturan tersebut ada dalam peraturan pemerintah yang saat ini diperbaiki.
“Tidak ada UU yang mengatur itu. UU tidak mengatur rektor. Yang ada peraturan pemerintah. Oleh karena itu, kami sedang memperbaiki peraturan pemerintahnya. Ada PP No 4 Tahun 2014 akan kami cek juga. PP tentang PTN BH (PP Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) masing-masing ada 11 PTN BH, akan kami lihat kembali. PP 26 Tahun 2015 kami lihat,” jelasnya.
“Nanti kami lihat pula turunan dari UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang syaratnya (untuk menjadi dosen) harus bergelar magister. Di sana kan yang dijelaskan dalam undang-undang hanyalah ‘perguruan tinggi asing tidak bisa berdiri sendiri’, melainkan harus kerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri, tapi itu tidak mengatur soal rektornya,” sambung Nasir.
Nasir menjelaskan, dalam mengimplementasikan wacana ini, diperlukan kolaborasi. Pihaknya masih mencari formula yang tepat agar rekrutmen rektor asing tak menimbulkan resistensi di masyarakat.
“Makanya perlu kolaborasi. Yang penting itu, apakah nanti jajaran rektornya atau rektoratnya, atau wakil rektornya, atau dekannya, nah ini lagi kita cari formulanya bagaimana supaya tidak resisten di masyarakat, tapi kualitas bisa meningkat,” jelasnya.
Sebelumnya, Reni menolak ide tersebut dan meminta pemerintah mencari solusi lain untuk meningkatkan kualitas PTN Indonesia. Menurut dia, wacana itu mengusik rasa kebangsaan.
“Gagasan lama ini ibarat jalan pintas dan instan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia. Padahal kunci ada di pemerintah sebagai pihak regulator,” kata Reni.
Bagi Reni, gagasan mengundang rektor asing ini bentuk ketidakpercayaan Kementerian Ristek dan Dikti atas SDM yang dimiliki anak bangsa. Menurut dia, jika spirit-nya untuk melakukan transfer pengetahuan dan budaya kerja, hal tersebut dapat dipenuhi oleh putera Indonesia lulusan kampus ternama dari luar negeri.
“Banyak putera Indonesia lulusan kampus ternama di luar negeri dapat menjadi alternatif. Ini soal rasa kebangsaan yang terusik,” tegas Reni. (ant)
Editor: Hariyawan