SLEMAN, bipol.co – Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan tidak perlu terlalu rumit dalam memaknai Pancasila, yakni pahami tujuan dan pondasi dasar dari Dasar Negara tersebut.
“Sederhana saja dan tidak perlu yang rumit-rumit. Pancasila merupakan pondasi, dan tentunya
pondasi ada tujuannya. Tujuan kita adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur, supaya masyarakat memahami itu,” kata Jusuf Kalla saat menjadi pembicara kunci pada Kongres Pancasila ke XI di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, dalam perkembangan sejarah, masing-masing pemimpin memaknai Pancasila dan menjadikan sebagai dasar dalam menjalankan pemerintahan.
“Namun tentunya ada pemaknaannya yang berbeda-beda, masing-masing memiliki tafsir dan pelaksanaannya sendiri,” katanya.
Ia mengatakan Presiden Pertama RI Ir Soekarno sebagai penggali Pancasila tentunya paling berhak dalam penafsirannya.
“Zaman Bung Karno ada Demokrasi terpimpin, ada ekonomi terpimpin. Namun ini menjadikan otoriter dan tidak sesuai Sila keempat dari Pancasila,” katanya.
Era Presiden Soeharto juga sama, seluruh bangsa didoktrin nilai Pancasila melalui Penataran P4.
“Tapi saya waktu itu sebagai pengusaha tidak wajib ikut Penataan P4. Hanya saja untuk bisa menjadi rekanan Pertamina harus memiliki sertifikat P4, sehingga ikut penataran,” kata Jusuf Kalla yang disampaikan dengan nada bercanda.
Ia mengatakan, namun pada kenyataannya meski telah menggunakan Pancasila, Sokarno jatuh, Soeharto juga jatuh. Kenapa? padahal sudah berdasarkan Pancasila.
“Ini karena tujuannya tidak tercapai, tidak menuju ke adil dan makmur, persatuan juga begitu. Harus sesuai dengan pondasi
Jika perilaku pemimpin tidak sesuai dengan tujuan dari Pancasila,” katanya.
Wapres juga berpesan, dalam Kongres Pancasila ke XI ini, dibahas yang sederhana saja, dan mudah dipahami masyarakat luas.
“Kongres sudah sebelas kali, selama ini yang dibahas apa saja. Jangan sampai makin dibahas dan semakin diulas, justru semakin bingung padahal sederhana,” katanya.
Ia mengatakan, sejak Indonesia merdeka, selama 74 tahun sudah terjadi 15 kali konflik besar yang korbannya mencapai ribuan masyarakat.
“Tercatat ada peristiwa Permesta, Aceh, Poso, Ambon dan lainnya. Termasuk juga DI/TII, ini persoalannya karena merasa adanya ketidakadilan,” katanya.
Kalla juga meminta, janganlah Pancasila dianggap sulit, dan jangan dipersulit juga. Semakin sederhana orang membahas Pancasila, semakin banyak masyarakat yang memahami.
“Namun semakin dipersulit, semakin banyak yang bingung. Semoga kongres dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, sesuatu yang mudah dipahami masyarakat luas,” katanya. (ant)
Editor: Hariyawan