SOREANG, bipol.co – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bandung mengajukan anggaran untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Kabupaten Bandung tahun 2020 sebesar Rp99 miliar lebih. Namun menurut Ketua KPU Kabupaten Bandung, Agus Baroya, anggaran yang diajukan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) Pemkab Bandung itu terbilang murah dibanding kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat, bila dihitung dengan indeks pemilih.
“Persoalan angkanya sudah ada titik temu, yaitu sebesar Rp99. 032. 378.543. Angka ini dibandingkan dengan kabupaten lain paling murah, karena ukurannya berapa jumlah biaya yang dihabiskan untuk satu pemilih, itu yang disebutnya indeks pemilih, yaitu jumlah biaya dibagi jumlah pemilih,” jelas Agus Baroya, di kantor KPU Kabupaten Bandung, Jalan Sindangwangi, Soreang, kemarin.
Menurut Agus, bila memakai Daftar Pemilih Tetap (DPT) terakhir Kabupaten Bandung, anggaran Rp99 032. 378 543 dibagi jumlah DPT sebanyak 2 360.659, ketemunya Rp41.900. Artinya, biaya Pilkada di Kabupaten Bandung 2020 per pemilih dengan asumsi biaya habis, maka menghabiskan Rp41.900 per pemilih.
“Kalau Akang menanyakan ke kabupaten lain, itu ada yang Rp65 ribu ada Rp80 ribu ada juga Rp90 ribu per pemilih. Makanya kalau dibandingkan dengan kabupaten lain, KPU provinsi mempertanyakan kenapa Kabupaten Bandung bisa Rp41 ribu, ini banyak hal,” papar Agus.
Agus mengatakan, indeks pemilih Kabupaten Bandung bukan kali ini saja yang paling murah. Waktu Pilkada 2015 juga paling murah, yaitu per pemilih hanya sekitar Rp22 ribu, sedangkan kabupaten lain saat itu sudah ada yang Rp30 ribu.
“Jadi mindset kita berpikir efisiensi, tapi harus berkecukupan. Jangan melihat hanya angka Rp99 miliar yang mungkin paling gede, tapi pemilihnya 2.300.000, ada yang mengajukan Rp85 miliar dan indek pemilihnya hanya satu juta berari Rp 85ribu, per pemilih,” tutur Agus.
Angka sebesar itu, kata Agus, KPU sudah melakukan efisiensi. Misalnya untuk surat suara, yang tidak lux yang harganya cukup Rp500.
“Spesifikasi surat suara itu tidak perlu yang lux, itu hasil survai hasil pertimbangan. Bahkan dari kabupaten lain seperti Sukabumi dan Indramayu minta pembanding ke kita,” kata Agus.
Anggaran pilkada juga, ucap Agus, disesuaikan dengan jumlah pemilih yang efeknya pada jumlah TPS, jumlah petugas, honor, dan jumlah calon yang efeknya pada alat peraga.
KPU sendiri, lanjut dia, sudah mengantisipasi. Dari Rp99 miliar itu juga menganggarkan dengan jumah pasangan calon 8. Kalau nanti jumlah pasangan calon kurang dari delapan, biayanya berkurang dan kelebihannya akan dikembalikan. Kemudian menganggarkan untuk PSU serta sengketa. Kalau tidak ada PSU dan tidak ada sengketa, anggarannya dikembalikan.
“Pada Pilkada 2015 kita menganggarkan sengketa dan mengembalikan 85 karena tidak ada sengketa. Kalau tidak ada kegiatan ada pengeluaran nanti saya ditangkap. Kalau misalkan disiapkan hanya empat calon kemudian ada enam calon nanti kami kelabakan,” imbuh Agus.
Karena Honor Adhoc
Naiknya anggaran Pilkada 2020, kata Agus, juga karena naiknya honor petugas. Untuk Pilkada tahun 2015 saja honor Ketua PPK sebesar Rp1.200.000, honor anggota PPK Rp.1100.000.
“Saat ini di Permenkeu (Peraturan Menteri Keuangan), honor PPK naik menjadi Rp1.850.000, sudah berapa kenaikannya, belum honor KPPS,” kata dia.
Hal yang membuat anggaran melonjak itu, juga karena honor adhoc, yaitu PPK, PPS, KPPS. Untuk KPPS saja pilkada 2015 hanya sekitar Rp450 000. Sekarang sekitar Rp700.000, kenaikannya dua kali lipat.
“Sedangkan jumlah KPPS Kabupaten Bandung 7x 5.500 TPS, berarti 40 ribu orang. Itu yang membuat anggaran melonjak. Anggaran adhoc terserap hampir 40 sampai 45 persen habis,” jelas Agus.
Belum lagi anggaran sosialisasi, kampanye, APK, perjalanan dinas, pendaftaran pasangan calon, ATK dan lainnya.
“Semua itu nanti kita sampaikan finalnya pada TAPD dan bulan September rencananya PKPU akan turun dan diharapkan sudah clear, kemudian 1 Oktober rencana pendatanganan TPAD dan 1 November tahap sosialisasi. Menganai anggaran pilkada ini masih kita kawal,” tutur Agus.
Kaitan Pilkada ini, Agus menjelaskan, akan mulai jalan ketika sudah ada Peraturan Komisi Pemilihan Umun (PKPU) tentang tahapan. Dari tahapan itu bisa membaca, kapan akan ada penandatangan TAPD nota perjanjian dana hibah daerah.
“Saat ini belum ada PKPU-nya, karena itu kita mengacu pada draft dari KPU RI. Bulan Juli, Agustus, dan September ini kita diminta melakukan komonikasi terkait ajuan pilkada. Semua kabupaten kota sekarang sudah 100 persen komunikasi, hanya belum diketok, belum bisa ditandatangani, menunggu PKPU,” kata Agus. **
Reporter: Dedi Ruswandi
Editor: Hariyawan