BANDUNG.bipol.co – Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengaku kurang setuju pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung atau via DPRD menggantikan sistem pemilihan langsung.
Menurutnya, Pelaksanaan pemilih langsung yang diikut oleh masyarakat sudah berjalan selama 20 tahun ini, dinilai lebih baik serta cukup murah dalam menekan anggaran, Meski begitu ada beberapa kekurangan yang masih perlu di perbaiki.
“Faktanya pilkada mahal, tapi kalau mau dikembalikan ke DPRD, saya kira secara pribadi kurang tepat. Mendingan kita wacanakan bagaimana bikin pilkada murahnya, begitu,” ucap Emil, di Bandung, Kamis (21/11/2019)
Emil mencontohkan, di India yang jumlah penduduknya jauh lebih banyak, melaksanakan pemilihan secara digital sehingga bisa lebih murah. Sedangkan di Indonesia, masih harus memakai prosedur manual, termasuk menggunakan saksi.
Setiap pasangan, katanya, setidaknya harus menempatkan seorang saksi di tiap TPS. Di Jabar sendiri, ada sekitar 70 ribu TPS. Sedangkan, setiap saksi harus diberi anggaran sekitar Rp 100 ribu per orang.
“Kalau boleh jujur ya, biaya termahal itu biaya saksi. Banyak yang harus menyediakan dan harus membayar. Jadi wacana itu sebaiknya disimpulkan dulu, secara teknis dan sebagainya yang berada di lapangan. Saya tahu biaya termahal ada di situ,” katanya.
Selain itu, lanjut Emil, pada Pilkada Jabar 2018, dirinya harus menggadaikan motor kesayangan miliknya dan sejumlah barang lainnya untuk menutupi biaya pilkada yang sangat mahal.
“Saya gadaikan motor yang akhirnya tidak kembali lagi, juga jual banyak lah. Bisa setengahnya, untuk para saksi itu. Makanya tidak semua calon punya saksi akhirnya,” tandasnya.
Reporter Abdul Basir
Editor Deden .GP