“Golkar lewat Ketua Umum Airlangga Hartarto saya kira harus diakui telah ‘mewakafkan’ kepada bangsa kader terbaiknya (Bamsoet) untuk mengabdi kepada Majelis yang tidak lagi sebatas untuk memenuhi kepentingan partai,” kata Sabil Rachman dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Sabil menjelaskan terpilihnya Bamsoet dari Partai Golkar sebagai Ketua MPR 2019-2024 sejauh ini menyimpan setitik harapan terhadap penguatan peran lembaga- lembaga politik karena Bamsoet memiliki kapasitas memadai dalam menjalankan tugas-tugas kerakyatan dan kebangsaannya.
“Langkah ini merupakan upaya Bamsoet menempatkan MPR sebagai lokomotif yang harus menarik gerbong dukungan partai politik agar amandemen tidak lagi berada pada batas wacana dialogis belaka,” tuturnya menjelaskan.
Bamsoet, kata dia, tampak mampu melakukan tidak saja transformasi gagasan kontekstual, tetapi juga lihai dalam membangun tautan kebutuhan politik kontemporer, yakni keinginan dan hasrat kuat untuk menata serta merancang ulang konstruksi politik nasional pasca-orde baru.
Dia mengatakan pada era dua dekade reformasi, konstruksi politik nasional pasca-orba masih menyisakan tidak saja problem kenegaraan, namun juga kemasyarakatan dan kebangsaan yang menghendaki secara politik penyesuaian dengan dinamika masyarakat yang berkembang.
Senafas dengan semangat itulah maka dukungan dan rekomendasi yang diberikan Partai Golkar atau secara khusus dari Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto kepada Bamsoet, menurut dia, didasarkan pada kapasitas dan kemampuan tersebut.
Dia memandang langkah politik menunjuk Bamsoet sebagai Ketua MPR menunjukkan bahwa Airlangga tidak terjebak pada kepentingan subjektif dengan mengubur dalam-dalam pentingnya pertimbangan obyektifitas dalam mengambil langkah politik.
“Keputusan objektif ini kini mendapatkan apresiasi publik. Keberhasilan ini menyimpan harapan yang tujuannya agar Bamsoet dapat lebih fokus menunjukkan kapasitas kepemimpinannya pada lembaga MPR,” ujar dia.
Pandangan tersebut menurut dia, tidak akan menghadapkan atau menempatkan Bamsoet dalam posisi sulit memilih antara kepentingan ideal dan obyektif bangsa secara umum atau kepentingan subyektif partai yang mengusungnya, yakni Golkar.
“Saya kira Airlangga telah mempertimbangkan secara sungguh- sungguh yakni beratnya beban kebangsaan dan kerakyatan yang akan dipikul oleh Bamsoet di satu sisi dan pemenuhan aktivitas kepartaian pada sisi yang lain,” ujarnya.
Lebih jauh dia menyampaikan sebagai pimpinan Majelis, Bamsoet harus menjadi payung kebangsaan, merawat cita-cita bangsa pada horison luas yang jauh melewati sekat-sekat sempit kepartaian meskipun dalam hal itu label sebagai kader Partai Golkar tetap harus melekat.
“Itu memang konsekuensi posisional kader Partai yang diamanahkan menjadi pimpinan Majelis yang mulia itu,” kata dia. (ant)