Langkah itu menurut dia harus dilakukan BSSN karena saat pandemi, hampir semua kegiatan baik pemerintah atau masyarakat dilakukan secara daring.
“Traffic internet dari rumah dipastikan memadat, sejauh ini penggunaan media sosial meningkat 40 persen. Sementara penggunaan aplikasi belajar daring meningkat 5404 persen, sedangkan penggunaan aplikasi penunjang kerja dari rumah juga meningkat sebesar 443 persen,” kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/4).
Langkah antisipatif itu menurut dia harus dilakukan meskipun data tren serangan siber cenderung menurun setelah diberlakukan kebijakan bekerja dari rumah (WFH) pada bulan Maret, dari Januari-Februari sekitar 28-29 ribu serangan, menurun menjadi sekitar 26 ribu serangan.
“Meskipun begitu peningkatan keamanan siber tetap harus dilakukan, karena bisa jadi tren menurun ini hanya secara kuantitas,” ujarnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu menilai secara kualitas serangan tetap berbahaya, karena kalau satu saja serangan siber berkualitas dan berhasil menjebol ketahanan siber kita, nanti bisa repot.
Karena itu, dia menegaskan bahwa pemerintah jangan sampai lengah dan harus serius membuat sistem keamanan siber yang bisa diterapkan terhadap website, program atau aplikasi-aplikasi yang digunakan Indonesia, baik individu, komunitas, korporasi dan khususnya lembaga negara.
“Jika di China ada Great Firewall, semacam sistem untuk menyensor konten-konten tertentu, maka perlu juga kita di sini membuat sistem serupa. Di sana juga ada Golden Shield Project yang berupa sistem keamanan informasi,” katanya.
Sukamta berharap dengan satu program ketahanan dan keamanan siber, maka website, aplikasi dan program-program internet yang digunakan, baik buatan luar negeri dan dalam negeri, tidak mampu menembus benteng firewall kita, alih-alih mencuri atau mengubah konten. (net)