JAKARTA, bipol.co — Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Muchamad Nabil Haroen, mengimbau pemerintah mendengarkan suara publik yang diwujudkan melalui tagar ‘Indonesia Terserah’ yang menjadi trending topik di media sosial Twitter.
Nabil mengingatkan jangan sampai kepercayaan publik menjadi hilang terhadap pemerintah akibat dari mengabaikan fakta yang terjadi selama pandemi Covid-19, demikian dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
“Munculnya tagar Indonesia Terserah merupakan suara publik yang harus didengarkan pemerintah. Tagar itu muncul setelah adanya fakta banyaknya orang antre berkerumun di Bandara Soekarno-Hatta untuk perjalanan keluar daerah,” ujar Nabil.
Nabil menambahkan kemunculan tagar “Indonesia Terserah” menjadi penting sebagai bahan introspeksi di tengah fokus penanganan pandemi virus corona (Covid-19).
Pemerintah harus menghargai perjuangan tenaga medis Indonesia, juga dukungan orang-orang yang selama ini diam di rumah untuk memutus mata rantai persebaran Covid-19.
“Jangan sampai perjuangan panjang selama ini sia-sia, karena kebijakan yang salah sasaran dan komunikasi antar kementerian maupun antar-pejabat yang tidak terpadu,” kata Nabil.
Tentu saja, kata dia, fakta itu harus diikuti dengan investigasi yang komprehensif dan diletakkan pada konteks yang tepat.
Misalnya, apakah penyebab banyak orang antre di Bandara Soekarno-Hatta akibat kelalaian dari pihak regulator bandara, maskapai penerbangan, atau justru dari kebijakan pemerintah?
“Jadi, harus diletakkan pada konteks yang tepat. Saya sendiri melihat memang ada yang keliru, dan harus segera dibenahi dalam konteks itu,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama itu.
Nabil mengimbau Pemerintah untuk merapikan kembali kebijakan-kebijakan antar-kementerian yang tidak padu dan membenahi beberapa kebijakan yang saling bertolak belakang. Misalnya, antara kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan transportasi antar-kawasan.
Menurut dia, kebijakan-kebijakan yang tidak sinkron dapat menjadikan warga semakin bingung.
“Komunikasi mitigasi pandemi tidak komprehensif, dan fakta di lapangan menunjukkan itu,” ujar Nabil.* ant.
Editor: Hariyawan