“Di masa seperti ini kualitas pendidikan akan turun, itu harus kita sadari. Tetapi mungkin saja ada kreativitas guru yang muncul,” kata Wuryadi di Yogyakarta, Jumat (5/6).
Menurut Wuryadi, selain menuntut kesiapan guru dan murid, metode belajar mengajar secara dalam jaringan (daring) tidak efektif karena hanya bersifat satu arah dan kebanyakan hanya memberikan tugas kepada siswa.
“Interaksi lebih banyak satu arah. Kebanyakan guru hanya menyediakan tugas-tugas, sampai ada murid yang mengeluh bosan,” kata dia.
Bahkan, kata dia, sebagian murid ada yang merasa tugas yang diberikan guru cukup berat padahal hanya berupa pilihan ganda.
Ia mengatakan jika proses belajar mengajar hanya bersifat memberikan dan mengerjakan tugas semata maka aspek pendidikannya belum tercapai. Sebab, selain melibatkan dialog dua arah, pendidikan harus memadukan antara pikiran dan perasaan siswa.
Kendati sulit diwujudkan, Wuryadi memiliki keyakinan bahwa kreativitas para guru di Tanah Air akan bermunculan di tengah tekanan seperti ini.
“Saya sangat optimistis dari segala macam tekanan yang kita alami akan muncul ide-ide kreatif para pendidik,” kata Wuryadi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril mengatakan pada era normal baru prioritas utama adalah keamanan, kesehatan, dan keselamatan siswa dan guru.
“Kalau daerahnya aman, tapi sekolah tidak aman, sekolah dilarang melaksanakan pembelajaran yang mengumpulkan massa. Begitu juga kalau komunitas sekolah menyampaikan tidak aman, tidak perlu dibuka,” kata Iwan.
Menutup sekolah, katanya, bukan berarti pembelajaran tidak terjadi. Pilihannya bisa melaksanakan belajar dari rumah, baik secara daring, luring, atau blended. Yang terpenting orientasi pembelajarannya berdasar pada kebutuhan siswa. (net)