KAB BANDUNG, BIPOL.CO – Anggota DPRD yang juga anggota Baperpemda DPRD Kabupaten Bandung H Dasep Kurnia Gunarudin SH MM, menilai, sosialisasi dan implementasi Peraturan Dearah (Perda) Nomor 6 tahun 2021, tentang Kemudahan Perlindungan dan Pemberdayaan Usaha Mikro, masih lemah. Sehingga masih banyak masyarakat Kabupaten Bandung yang belum tahu adanya Perda tersebut.
“Padahal bila Perda tersebut dilaksanakan akan sangat membantu para pengusaha mikro di Kabupaten Bandung, terutama dalam kondisi krisis seperti sekarang ini,” ujar legislator dari PKS ini, di Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Soreang, tempo hari.
Menurut Dasep, di dalam Perda tersebut ada 40 persen dari belanja barang dan jasa diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro. Sehingga pengusaha mikro bisa memperoleh dan mengerjakan bidang pengadaan barang dan jasa dari Pemerintah Kabupaten Bandung.
“Dalam Perda itu sudah diatur bahwa pengusaha mikto bisa mendapatkan pekerjaan dari barang dan jasa di OPD, caranya bisa melalui kelompok dan mengajukanya ke OPD terkait. Misalnya untuk pembangunan gorong-gorong, jalan gang dan lainnya yang masuk skala mikro,” kata Dasep.
Namun Dasep, menyangkan karena sampai saat ini peluang itu belum berjalan dengan baik. Bahkan masyarakat sendiri banyak yang belum mengetahui tentang Perda tersebut. Hal ini, tutur Dasep, bisa jadi karena akibat sosialisasinya yang sangat minim.
Menurut Dasep, pengawasan perda itu sediri nampaknya masih lemah. Baik itu dari eksekutif maupun legislatif.
“Seandainya Perda yang merupakan inisiatif saya itu bisa diimplementasikan dengan baik dan sesuai dengan peruntukkannya, saya merasa yakin perekonomian warga miskin di Kabupaten Bandung akan terdongkrak. Dengan demikian untuk kehidupannya pun bisa sejahtera. Tapi kenyataan dilapangan warga miskin semakin terpuruk,” papar Dasep.
Selain itu, ia mengasumsikan, dengan menjalankan perda dengan benar dan tepat sasaran, ada kemungkinan warga miskin tidak lagi terjerat renternir dan bank emok. Sementara bantuan dana bergulir tanpa bunga yang digulirkan Pemerintah Kabupaten Bandung untuk mendongkrak perekonomian warga miskin justeru menimbulkan kecemburuan sosial.
“Bantuan sebesar Rp 2 juta itu cukup untuk apa kalau dipikirkan secara logika, saya tegaskan tidak akan pernah mencukupi apalagi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat,” ungkapnya.
Solusi dari permasalahan itu, kata Dasep, sebenarnya sudah ada di dalam Perda Nomor 6 tadi. Hanya pelaksanaannya saja yang belum dilakukan.
Padahal di perda itu disebutkan, dari total belanja dan jasa sebesar Rp 3 triliun lebih itu diperuntukkan 40 persen untuk pelaku usaha mikro.
Dasep juga menilai, implementasi dari perda itu ada dua kemungkinan, yakni apakah perda itu tidak dilaksanakan atau belum dilaksanakan”, sampai saat ini masih belum ada kepastian, karena perda tersebut baru disahkan pada tahun 2021.
“Biasanya setelah satu tahun baru diketahui mengenai pelaksanaan perda itu. Namun yang saya rasakan setelah melakukan kunjungan secaran pribadi, perekonimian warga miskin tidak ada perubahan sama sekali. Mereka masih tetap miskin dan masih terjerat hutang renternir atau bank emok,” ujarnya.
Ia mengusulkan, bila dikaji dengan seksama mengacu dari Perda no 6 itu, lebih baik bantuan itu dihibahkan saja juga ditambahkan anggaran yang sudah tercatat melalui peraturan yang sudah disahkan, yaitu 40 persen untuk usaha mikro. “Insya Alloh bantuan itu bisa mendongkrak usaha mikro warga miskin. Jadi saya tegaskan, kalau Perda nomor 6 tahun 2021 dilaksanakan dengan baik, tidak akan ada lagi warga miskin karena sudah dibantu oleh Pemkab Bandung. Dan itu merupakan sebuah prestasi yang luar biasa,” ucap Dasep. (deddy)